Warga Mulai Tolak Stone Crusher Tak Berizin Lengkap, Pejabat: Kami Tak Punya Wewenang

banner 468x60

Pasaman Barat, Muara Kiawai, Sumatera Barat, KOMPAS86.com – Pembangunan stone crusher di Nagari Muaro Kiawai Hilir, Kecamatan Gunung Tuleh, Kabupaten Pasaman Barat, Sumbar, mulai mendapatkan sikap penolakan dari sejumlah warga.

Penelusuran wartawan, sikap tersebut muncul lantaran kekhawatiran rusaknya jembatan yang membentang di atas Sungai Muara Kiawai dekat lokasi pendirian instalasi pemecah batu itu.

Sebagaimana diungkapkan salah seorang tokoh masyarakat setempat, Nopit, menilai jembatan itu hanya memiliki kapasitas beban maksimum 10 ton yang juga satu-satunya akses penghubung antara kawasan peladangan masyarakat dengan permukiman.

“Bangunan stone crusher yang berdiri dipastikan akan berdampak pada kerusakan jembatan penghubung itu, jika beban angkut dari dan menuju lokasi pengolahan batu tidak dibatasi, ” ungkapnya.

Dengan kata lain, ia bersama warga lainnya tidak mempermasalahkan perusahaan itu membangun instalasi dan beraktivitas produksi.

“Namun, jangan lewat diatas jembatan yang ada, cari jalan lain atau buat jembatan sendiri,” tegasnya.

Menurutnya jika hal itu dibiarkan akan berdampak besar terhadap masyarakat. Karena biasanya unit dump truk besar milik perusahaan akan keluar masuk melalui jembatan yang ada.

“Kami tidak tahu, dan kami heran tiba-tiba saja sudah berdiri perusahaan pemecah batu di seberang sungai. Sosialisasi saja tidak pernah ada ke masyarakat, izinnya dari mana,” tanya Nopit.

Sementara itu, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Pasaman Barat, Fadlus Sabi menyebutkan pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk menertibkan stone crusher belum berizin lengkap yang meresahkan warga Muaro Kiawai, Kabupaten Pasaman Barat.

“Kita telah survey meninjau pembangunan stone crusher PT Petarangan Utama beberapa hari yang lalu. Saat ini perusahaan tersebut tengah mengurus sejumlah dokumen perizinan,” sebut Fadlus, Selasa (6/6/2023) di kantornya.

Menurutnya sebuah perusahaan harus memiliki perizinan usaha itu harus dimiliki sebelum memulai usaha atau memulai kegiatan.

“Sekarang pertanyaannya apakah perusahaan itu sudah memulai pekerjaannya, kan belum. Namun ketika mereka memulai pekerjaannya atau produksi tanpa izin maka akan kita tutup. Kan rugi dia, kesimpulannya, siapa yang nyuruh dia membangun tanpa izin,” tegasnya.

Ia menerangkan saat ini perusahaan tersebut tengah melakukan pengurusan perizinan yakni sudah mendatangi Dinas PUPR Pasaman Barat untuk mengurus perizinan tata ruang.

Selain ke Dinas PUPR, lanjut Fadlus, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pasaman Barat pun telah ke lokasi untuk mengukur jarak tempat berdiri nya usaha PT Petarangan Utama dari batas daerah aliran sungai (DAS).

“Sekarang tinggal menunggu perizinan perusahaan tersebut keluar dari dua instansi tersebut. Namun jika suatu saat perizinan nya tidak keluar karena tidak sesuai, maka akan habis dan tidak bisa beroperasional,” terangnya.

Kemudian ia menjelaskan pihaknya tidak memiliki hak atau wewenang untuk melakukan penyetopan aktifitas pembangunan yang berlangsung. Meski perusahaan itu sendiri belum mengantongi izin membangun.

“Kita belum memberikan izin, jadi bagaimana kita menyetop aktivitas pembangunan. Kan, belum ada bangunan yang permanen di area itu,” ucapnya.

Sedangkan untuk stone crusher yang telah berdiri, ia mengaku tidak mengetahui secara teknis karena menurutnya itu bagian dari kerja Dinas PUPR untuk menentukan teknis bagian bangunan permanen.

Kembali Fadlus menegaskan, tidak ada kewenangan pihaknya untuk menertibkan sebelum perusahaan itu benar-benar beroperasi atau berproduksi.

Sedangkan terkait perizinan ia menjelaskan, bisa saja perusahaan yang melakukan pembangunan tidak mengurus di kabupaten, namun mengurus perizinan di provinsi.

“Tidak ada yang sulit dalam pemerintahan, namun setelah perusahaan melakukan operasional izinnya sudah ada. Jika tak ada izin, jangan berkegiatan,” jelasnya.

Selain itu ia beralasan sampai tidak berani menyetop aktivitas yang berlangsung, karena belum mengetahui apakah perusahan pemecah batu itu masuk dalam zoning yang mana.

Untuk diketahui, ada zonasi yang ditetapkan untuk mendirikan stone crusher yakni zoning permukiman dan zoning industri.

Pelaku zoning permukiman, perusahaan yang beroperasi di zoning pemukiman hanya memproduksi di bawah 50.000 meter kubik setiap tahun.

Sedangkan perusahaan yang memiliki kemampuan memproduksi antara 50.000 sampai 500.000 meter kubik per tahun yang sudah dikategorikan zoning industri.

“Kita tidak tahu, maka saya tak berani, apakah ini pekerjaan kabupaten atau pekerjaan provinsi. Kita lihat dulu izin yang dikeluarkan oleh Dinas PUPR dan DLH. Kan, belum tau ini pekerjaan siapa,” ungkapnya.

Namun ia menegaskan untuk kepengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) terletak di Kabupaten Pasaman Barat. “Untuk IMB tetap terletak pada kabupaten. Kita yang mengeluarkan,” tegasnya.

Penelusuran wartawan, pengusaha yang akan mendirikan pabrik pemecah batu atau stone crusher ada ketentuan yang harus dipahami soal ini.

Pelaku usaha atau pejabat berwenang wajib berpedoman pada Undang-Undang 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Misal, ada zonasi yang ditetapkan untuk mendirikan stone crusher yakni zoning permukiman dan zoning industri.

Pelaku usaha ini wajib memiliki izin atau menyertakan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL).

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 pada UU 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Atau pelaku usaha harus menyertakan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 pada UU 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, misal melakukan sosialisasi ke tengah-tengah masyarakat.

Terkait UKL-UPL, semua perusahaan harus membuat surat kesanggupan itu karena menjadi dasar penerbitan izin pemecahan batu.

Kesanggupan itu menyangkut dampak terhadap lingkungan sampai kebisingan atau suara. Bagaimana dampak lingkungan dari produksi pemecahan batu.

Selanjutnya pelaku usaha mengurus perizinan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Dalam perizinan harus dilengkapi dengan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) daan Tanda Daftar Perusahaan (TDP).

Terkait perizinan, hal ini sudah ditegaskan dalam Pasal 36 pada UU 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dalam pasal tersebut dituangkan, setiap usaha dan atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL, wajib memiliki izin lingkungan.

Sedangkan izin lingkungan sebagai mana dimaksud dalam UU tersebut diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup. Hal ini diatur dalam Pasal 31 atau rekomendasi UKL-UPL.

Dirangkum berbagai sumber terkait perizinan dasar perusahaan tersebut seperti Izin Pemanfaatan Ruang (IPR), Izin Lingkungan (IKL) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) diduga belum ada satu pun, namun telah beraktivitas melakukan pembangunan.

Jurnalis Donal Siahaan
Editor Basa

Print Friendly, PDF & Email

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *