Jakarta — Sebuah surat terbuka yang kini ramai diperbincangkan di media sosial ditujukan kepada Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa, serta kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI). Surat tersebut membawa satu pesan utama: rakyat kecil kini terjepit oleh sistem BI Checking yang menghambat akses modal dan pemulihan ekonomi pasca-pandemi.
Dalam surat terbuka itu, masyarakat menyampaikan kegelisahan mereka. Banyak pegawai negeri, karyawan, pengusaha kecil, hingga sopir ojek online tidak lagi bisa mengajukan kredit, meski mereka telah bekerja keras dan ingin memulai kembali usaha. Alasannya sederhana: nama mereka tercatat buruk di sistem BI Checking (SLIK) akibat pinjaman kecil, pinjol, leasing, atau kredit konsumtif yang macet saat masa pandemi.
Ratusan triliun rupiah dana pemulihan ekonomi seperti tak pernah menyentuh rakyat kecil. Orang mau bangkit, tapi diblokir sistem. Mau usaha, tapi ditolak bank,” demikian bunyi kutipan dalam surat tersebut.
Dalam surat terbuka itu, rakyat meminta tiga langkah konkret dari otoritas keuangan:
1. Pemutihan BI Checking untuk pinjaman mikro di bawah Rp50 juta.
2. Penilaian ulang berbasis perilaku baru, bukan dosa masa lalu.
3. Pembukaan akses kredit produktif agar rakyat bisa kembali hidup dan berusaha.
Surat ini menyerukan agar kebijakan ekonomi lebih manusiawi — bukan hanya menjaga stabilitas sistem keuangan, tapi juga memberi kesempatan kedua bagi masyarakat yang terdampak pandemi.
Ekonomi Indonesia tidak akan kuat kalau rakyatnya dibungkam oleh data. Sudah waktunya dilakukan pemulihan BI Checking nasional, demi keadilan dan ekonomi yang berpihak pada manusia,” tutup pernyataan tersebut.
Seruan ini disertai tagar #SuratTerbukaUntukPurbaya #PemutihanBIChecking #EkonomiRakyatBangkit, dan kini mulai viral di berbagai platform digital, menandakan bahwa suara rakyat kecil mulai bersatu menuntut keadilan ekonomi yang lebih berpihak.
Penerbit berita
Kaperwil kompas86.com.