Sidang Praperadilan Saksi Ahli Tak Kuasai KUHP, Peluang Kemenangan Petrus Fatlolon Diragukan

banner 468x60

SAUMLAKI (Tanimbar) KOMPAS86.com__,
Sidang lanjutan gugatan praperadilan (Praper) ex Bupati Kepulauan Tanimbar Petrus Fatlolon, yang saat ini menyandang status tersangka korupsi, kembali dilanjutkan hari ini, Kamis (25/7/2024) di ruang sidang utama, Pengadilan Negeri (PN) Kelas II Saumlaki, yang dipimpin Harya Siregar, selaku hakim tunggal.

Dimana agenda sidang praperadilan yang menjadi upaya terakhir Petrus Fatlolon dalam
menghalangi Penyidikan (Secara Legal)
dalam Tindak Pidana Korupsi, terpusat pada penambahan barang bukti dan pemeriksaan saksi-saksi baik dari pemohon (PF) maupun termohon (Kejari) KKT.

Saksi Ahli yang dihadirkan oleh pihak pemohon (PF) yakni Prof.Dr. Salmon Nirahua, SH, M.Hum, yang merupakan ahli dalam Hukum Administrasi, ternyata kian melemahkan peluang Petrus Fatlolon untuk memenangkan gugatan praperadilan yang dilayangkan atas status tersangka yang kini disandang PF.

Pasalnya, ketika dicercah Hakim Siregar, terkait berapa persen saksi ahli menguasai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pertanyaan tersebut dilontarkan Hakim, lantaran sejak awal memberikan keterangan, saksi ahli selalu berpatokan pada KUHP.

“Saya hanya menguasai secara prinsip tetapi tidak menyeluruh,” ucap saksi.
Pengakuan jujur saksi ahli ini, mendapat etensi Hakim, yang akhirnya, mencoba mengalih lebih jauh lagi tentang pemahaman saksi ahli sehubungan dengan perkara yang sementara disidangkan ini tersebut.

Hal ini, dimana Hakim mengatakan kalau dalam KUHP menjelaskan tentang proses penegakan hukum itu melibatkan tiga instansi yakni Kepolisian, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Di KUHP juga menjelaskan kalau dalam proses penyelidikan dan penyidikan itu oleh kepolisian dan penuntutan itu oleh Jaksa Penuntut Umum (Kejaksaan). Tetapi kalau untuk tindak pidana korupsi, penyelidikan dan penyidikan serta penuntutan itu ada di JPU. Sehingga baik ketiganya ada pada instansi yang sama yakni kejaksaan.

Hakim Siregar pun kemudian melanjutkan dengan mempertanyakan pemahaman saksi ahli mengenai filosofi terbentuknya Undang-Undang (UU) Tipikor, apa urgensinya dan mengapa UU Tipikor ini ada, khusunya dalam pemberantasan Tipikor.

Sayangnya, saksi ahli tidak dapat menjelaskan substansi pertanyaan hakim tersebut, namun saksi ahli lebih menanggapinya dengan menyebutkan bahwa filosofi bisa dilihat pada konsideran ‘Menimbang’ kenapa undang-undang ini harus dilahirkan.

Pertanyaan Hakim Siregar yang kian mengerucut kepada saksi ahli, dimana untuk menegakan keadilan, termohon (Kejari) ingin memberantas Tipikor yang merupakan kejahatan luar biasa atau extraordinary crime, apakah bisa dispensasi atau dimaklumkan beberapa tindakan adminitrasinya yang tidak berakibat fatal, atau tidak akibatkan kerugian bagi orang lain.

“Menurut ahli bisa tidak dengan tipe kejahatan yang luar biasa ini masalah adminitrasi itu dikesampingkan?” Tanya Hakim, yang dijawab oleh saksi ahli bahwa harus kembali pada asas legalitas.

#(Mas Agus)#

Pos terkait

Tinggalkan Balasan