Kompas86.Com, Aceh Utara – Puluhan Warga Desa Buket Linteung, Kecamatan Langkahan, Aceh Utara Senin (22/09/2025) telah menyampaikan tuntutan dengan cara memblokir akses jalan yang biasa digunakan oleh pihak koperasi, agar Gubernur Aceh dan Bupati Aceh Utara ikut turun tangan menyelesaikan konflik lahan yang terjadi.
Berikut dari tuntutan dan harapan warga, serta langkah‑yang bisa ditempuh.
Warga meminta agar Bupati Aceh Utara segera mengembalikan batas wilayah antara Buket Linteung dan Seureuke sebagaimana peta tahun 1980.
Juga diminta agar Kantor BPN Aceh Utara tidak memproses permohonan SHM elektronik atas lahan sengketa sampai persoalan batas dan legalitas sertifikat terselesaikan.
Intinya, warga meminta kejelasan administratif (peta, batas wilayah), transparansi dalam penerbitan sertifikat, pembatalan SHM “Paket 15 Seureuke” jika memang cacat secara hukum.
Mereka melihat kasus ini sebagai bagian dari perjuangan melawan “mafia tanah”, sehingga meminta dukungan pemerintah pusat dan daerah untuk bertindak cepat dan adil.
Harapan Warga Terhadap Gubernur & Bupati
Warga berharap Gubernur Aceh dan Bupati Aceh Utara aktif campur tangan dalam penyelesaian sengketa, baik secara administratif, hukum maupun kebijakan.
Mereka menginginkan kepastian bahwa pejabat daerah tidak hanya menunggu proses di level pusat, tetapi juga bertindak di tingkat lokal (kabupaten/provinsi) untuk menegakkan hak warga.
Ada keinginan agar pejabat‑pejabat terkait (termasuk BPN, pemerintah desa, kantor pertanahan kabupaten, dan pejabat pembuat kebijakan lainnya) mematuhi aturan hukum, menggunakan dokumen resmi seperti peta lama, dan menghentikan sementara penerbitan sertifikat jika terkait lahan yang disengketakan.
Tantangan yang Mungkin Dihadapi Beberapa hal yang bisa menjadi penghambat:
Ketidaksesuaian atau ketidakjelasan data peta lama vs peta administrasi sekarang.
Proses hukum dan administratif sering memakan waktu panjang, memerlukan verifikasi dokumen, pengukuran lapangan, dan proses koordinasi antar‑instansi.
Ada kemungkinan pihak yang memiliki SHM atas lahan yang disengketakan sudah berkegiatan di sana (misalnya menanam sawit), yang menjadikan pembatalan atau perubahan status menjadi lebih kompleks.
Pemerintah daerah mungkin terbatas dalam kewenangan untuk membatalkan SHM kalau sudah dikeluarkan, sehingga memerlukan dukungan pemerintah pusat atau Kementerian ATR/BPN.
Langkah‑yang Bisa Dilakukan
Untuk menyelesaikan konflik ini dengan adil dan efektif, beberapa langkah yang bisa ditempuh:
1. Mediasi antara pihak warga, koperasi, BPN, dan pemerintah kabupaten/provinsi — difasilitasi pemerintah agar semua pihak punya kesempatan menyampaikan bukti dan argumentasi.
2. Verifikasi dokumen sejarah dan peta lama (termasuk peta tahun 1980) dan pembandingan dengan peta administrasi sekarang.
3. Penundaan penerbitan atau pelepasan sertifikat baru atas lahan yang disengketakan sampai hasil verifikasi dan keputusan hukum/pemerintah yang definitif.
4. Audit / investigasi hukum terkait SHM “Paket 15 Seureuke” jika ada dugaan cacat prosedural, penyalahgunaan wewenang, atau manipulasi data.
5. Partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, serta transparansi dalam segala tahapan penyelesaian konflik.
6. Jika diperlukan, inisiatif kebijakan dari provinsi: Gubernur bisa menerbitkan perintah atau kebijakan sementara untuk menjaga status quo, serta mengkoordinasikan instansi vertikal terkait (BPN pusat, Kementerian ATR).