Penyelewengan Dana Covid 19 di RSAM Bukittinggi Kembali Dipertanyakan

banner 468x60

Bukittinggi ( Sumbar ) KOMPAS86.com,
Terkait dugaan penyelewengan dana covid 19 yang terjadi di RSAM Bukittinggi dan sudah di beritakan beberapa media masa beberapa waktu yang lalu yang melibat pejabat pejabat penting di RSAM Bukittinggi kembali menyeruak, sebab dana covid tersebut berasal dari anggaran negara di mana masyarakat luas juga harus mengetahui, sebagaimana yang di sampaikan oleh dr.Dedi Herman saat mengelar konfrensi pers di Bukittinggi, Senin, 12/06/23.

Dr.Dedi herman menyebutkan bahwa, ” saya sudah mengajukan perlindungan diri dan perlindungan hukum kepada presiden serta LPSK, dan sekarang surat tersebut sudah di tembuskan ke Kejaksaan Agung, KPK, Alhamdulillah pada tanggal 29 Mei surat tersebut sudah ada di kemensesneg, langsung ke LPSK dan Menkopolhukam langsung ke KPK, di sertai bundle bahan bahan yang saya laporkan, ujar dr.Dedi.

” kemudian surat perlindungan hukum, tembusannya sudah ke kejagung, allhamdulillah sudah di terima pada Tanggal 30 Mei, sebelumnya pada tanggal 15 Mei saya melakukan podcast dengan Irma Hutabarat dengan tujuannya berharap Nakes secara kesrluruhannya mendapatkan perlindungan dari presiden”.

” tindakan ini karna kita menuntut hak Nakes seluruhnya, saya sebagai orang yang di percaya seluruh Nakes di RSAM bekerja atau bertindak dari perwakilan dokter, perawat, Nakes, Satpam, CS yang bekerja di RSAM hal ini bukan atas nama pribadi saya, imbuhnya.

Lebih lanjut dr.Dedi mengatakatan, Terkait kedatangan KPK di Bukittinggi beberapa hari lalu ” saya memang mendengar ada KPK datang ke Bukittinggi, namun saya belum di mintai keterangan oleh KPK, yang saya dengar adalah KPK masih mengumpulkan data,  kemudian KPK datang hanya ke Kejari dan Kejati Provinsi” pungkas dr.Dedi.

Sementar saat di tanya nominal atas penyelewengan dana covid 19 dr.Dedi herman menegaskan tidak mengetahui secara pasti, namun sesuai peraturan mentri kesehatan, kalau nominal tersebut benar benar diatur dan cukup buat Nakes atau pun yang ada di RSAM, kalau kita bicara nominal nanti saya di kira cari uang, terang nya.

” Namun kita berharap pihak RSAM membayarkan hak orang, dengan membayarkan hak orang tersebut artinya kita menghargai kemanusiaan, menghargai Nakes yang bekerja siang malam demi keluarga ”

Kemudian Saat di tanya apakah ada pengancaman terhadap dirinya dr. Menjawab, ” beberapa kali saya di laporkan karena saya juga bekerja sebagai dosen di UNAND, saya di laporkan ke Dekan akan di kembalikan ke padang, atau di persekusi serta di ancam segala macam, sehingga saya di ingatkan agar ada yang menemani, takutnya seperti kasus kasus yang lain nanti bisa hilang di jalan”.

Setelah melalui perjuangan panjang dr.Dedi sudah mendapatkan kabar bahwa Kejaksaan Agung mengingatkan Kejati untuk serius dalam kasus ini, karena banyak kasus tetapi banyak hilang di tengah jalan, terang dr.Dedi.

Bahkan ada yang menyampaikan kepada saya atas kasus ini, ” mereka menyebutkan ini sudah sesuai dengan aturan, aturan dengan Direktur, aturan dari Provinsi, sesuai dengan PMK nomor 85 tahun 1915, masa iya bisa aturan mentri di ganti dengan aturan Direktur, katanya.

Terkait permohonan maaf Direktur RSAM dan mengakui kesalahannya, dr Dedi menyebutkan ” pada pertemuan tanggal 6 Pebruari, setelah paginya Direktur menyatakan Drg Busril menyebutkan akan meng amputasi siapa saja yang menjelek jelekkan RSAM, kemudian rapat sorenya waktu itulah mengaku “Direktur, Bagian keuangan dan lain lain bahwa mereka memang salah, telah membuat pembagian uang yang salah, dan mereka minta maaf,

Di katakan oleh dr Yunita, ” tidak bisa seperti itu, ada aturannya ” dan pada saat itu ada usaha untuk merubah SK untuk menutupi kejadian ini, kemudian dr.Dedi mengatakan ke drg Busril, ” ini belum selesai masalahnya”, jangan di sangka kita sudah menyelesaikan masalah dengan ngomong begini saja ada aturan yang di langgar, dan ada orang yang di rugikan, ” ujar dr.Dedi.

Selanjutnya Hal ini sudah ada SK, di SK tersebut sudah ada aturan pambagiannya berapa per pasien, berapa untuk perawat per pasien, berapa untuk CS per pasien, berapa untuk tukang cuci per pasien, semua itu ada aturannya, kalau mereka membuat aturan yang benar pasti selesai masalahnya, namun kenyataannya SK di ganti sebanyak 3 kali, sehingga memperkecil untuk orang bekerja awalnya 57% di buat menjadi 47%, di turunkan, contohnya 60 % jasa pelayanan berdasarkan aturan negara, di ganti menjadi 40% jasa sarana, dalam kasus tersebut malah di balikkan, 40% jasa pelayanan dan 60% jasa sarana, di duga ada indikasi menganti aturan Negara, terang dr Dedi.

Kemudian setelah 40% tadi di putar lagi sehingga mengecilkan hak Nakes, di buat untuk Direksi 6%, struktural yang awalnya 5% di naikkan menjadi 8,5%, itu pergantian SK nya bisa dalam waktu sebentar, ternyata untuk membuat SK tersebut menghabiskan uang Rp.612 juta, dengan alasan simulasi, dan ada 12 orang termasuk Direktur, wakil Direktur 1,2,3, ada kabid kabid, dengan 3 SK yang sudah di ganti ganti, dan di tanda tangani oleh Direktur yang lama.( basa )

 

 

Print Friendly, PDF & Email

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *