PEMBEBASAN LAHAN BENDUNGAN DI OBA SELATAN BELUM DI BAYAR SEJAK 2023,DI DUGA LANGGAR PROSUDUR UU

banner 468x60

Tidore Kepulauan, Maluku Utara –kompas86.COM. Proyek pembangunan bendungan dan saluran irigasi senilai Rp19 miliar yang berlokasi di Desa Maidi dan Desa Hager, Kecamatan Oba Selatan, Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara, terus menuai polemik. Hingga Mei 2025, lahan yang dibebaskan sejak 2023 lalu untuk proyek strategis tersebut belum juga dibayarkan kepada pemilik lahan.

Kepala Dinas Perumahan, Permukiman, dan Pertanahan (Perkim) Kota Tidore, Tamrin Ahmad, membenarkan bahwa hingga saat ini belum ada pembayaran kepada pemilik lahan. Ia menjelaskan bahwa penyebab utamanya adalah kurangnya koordinasi antara Dinas Pekerjaan Umum (PU) dengan pihaknya dan pimpinan daerah pada saat pengusulan proyek.

> “Harusnya pengusulan kegiatan itu dilakukan dengan koordinasi bersama Perkim dan juga dengan pimpinan tertinggi supaya persoalan lahan bisa dituntaskan lebih dulu,” ujarnya saat ditemui pada Kamis (8/5/2025).

Lebih lanjut, Tamrin menyebutkan bahwa berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, lahan di bantaran sungai tidak dapat dikompensasi jika berada dalam sempadan sungai yang harus dijaga minimal 40 meter dari tepi sungai. Pembayaran terhadap lahan di sempadan sungai dapat berujung pada temuan dari lembaga pengawas keuangan.

> “Pemda tidak bisa membayar lahan yang berada di bantaran sungai karena itu melanggar aturan. Kalau dibayar, itu bisa jadi temuan,” tegas Tamrin.

Meski demikian, ia mengklaim siap menyelesaikan masalah lahan tersebut jika anggaran tersedia. Tamrin juga mengaku telah berulang kali melaporkan tunggakan pembayaran lahan ini kepada pimpinan tertinggi daerah karena dapat berdampak pada penilaian Monitoring Center for Prevention (MCP) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

> “Lahan ini berpengaruh terhadap skor MCP KPK, jadi harus segera diselesaikan agar tidak menimbulkan masalah lanjutan,” tambahnya.

Sebelumnya, proyek ini juga sempat disorot publik karena diduga dikerjakan secara asal-asalan. Ketua PB-Formalut Jabodetabek, M. Reza A. Syadik, bahkan menyebut sebagian beton bangunan bendungan sempat ambruk dan mempertanyakan kualitas pengerjaan proyek.

Kasus ini memperlihatkan lemahnya koordinasi lintas instansi dalam pengelolaan proyek strategis pemerintah, serta pentingnya kepatuhan terhadap ketentuan hukum, termasuk:

1. UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
2. PP Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah
3. UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Dengan masih tertundanya pembayaran lahan dan adanya indikasi cacat teknis dalam proyek ini, publik kini menunggu langkah tegas dari pemerintah daerah dan aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti permasalahan tersebut.

RED.(MALUKU UTARA)

Pos terkait