Tanjungpinang (Kepri) Kompas86.com__, ( 04.02.2025 ), Ketua Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi (L-KPK) Provinsi Kepulauan Riau Kennedy Sihombing,mendesak menteri ATR/ BPN Republik Indonesia agar memberikan sangsi tegas kepada pemilik sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang sengaja tidak diusahakan,tidak dipergunakan,tidak dimanfaatkan,dan tidak dipelihara menjadi objek penertiban Tanah Terlantar.
Menurut kami pemegang sertifikat HGB atas nama PT.Terita Pratiwi Depelopment (TPD) dan PT.Kemayan Bintan (KB) tidak sesuai dengan peruntukan yang sudah diberikan oleh menteri penggerak dana investasi pada tahun 1995 sampai dengan tahun 1996,bahkan lahan tersebut ditelantarkan.
Masyarakat Dompak, Kelurahan Dompak,kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang yang memiliki lahan diatas lahan Sertifikat HGB PT.TPD dan PT.KB sudah sejak lama melaporkan permasalahan lahan ini kepada DPR RI komisi IV yang membidangi Kehutanan. Karena dilokasi yang menjadi lahan sertifikat HGB milik PT.TPD dan PT. KB.adalah mayoritas hutan bakau (mangrove).
Permohonan warga ditanggapi anggota DPR RI Komisi IV Anthoni Sihombing dan Tim pada bulan mei 2010 turun ke wilayah tersebut, diatas lahan dijadikan masuk plotingan sertifikat HGB PT.TPD dan PT.KB.
Hasil peninjauan ke lokasi komisi IV DPR RI memberikan masukan kepada menteri ATR sebagai berikut :
Tidak tepat pemberian hak Guna Bangunan diatas lahan mangrove.
Dapat mengakibatkan kerusakan kawasan lindung pantai apabila hutan mangrove ditebangi untuk keperluan Perusahaan.
Dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem dan biota lain yang merupakan sumber penghidupan masyarakat sekitar.
Dapat mengakibatkan pembiayaan besar yang akan ditanggung oleh pemerintah untuk merehabilitasi kembali jika terjadi pengrusakan mangrove tersebut.
Atas dasar itu anggota Komisi IV DPR RI yang membidangi kehutanan meminta menteri ATR/ BPN RI meninjau kembali HGB yang diberikan kepada PT.TPD maupun PT.KB. karena bertentangan dengan undang undang Agraria nomor 5 tahun 1960 dan undang undang Kehutanan nomor 41 tahun 1999.
Kemudian atas desakan warga Dompak tersebut pada tanggal 10 Agustus 2010 melalui Kantor ATR/BPN Kota Tanjungpinang telah menyurati BPN pusat melalui Kantor wilayah ATR/BPN melaporkan PT.TPD dan PT.KB pemilik sertifikat HGB sudah final terindikasi terlantar.
Dari fakta kejadian yang sudah terjadi dimasa lampau sampai dengan saat ini,PT.TPD dan PT.KB yang mengantongi sertifikat HGB diatas lahan mangrove tidak pernah diberikan sangsi,bahkan belakangan diketahui jika pihak Kanwil ATR/BPN dan Kantor ATR/ BPN Kota Tanjungpinang sudah melakukan rapat Koordinasi terkait terindikasi terlantar perusahaan malah dijadikan untuk pengukuran ulang lahan yang sudah jelas jelas final terindikasi terlantar diberikan pengampunan.
Berdasarkan Undang Undang Agraria nomor 5 tahun 1960 pasal 27,34 dan pasal 40 jelas jelas hapus antara lain karena ditelantarkan.
Kemudian Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2021 tentang penertiban dan tanah terlantar pasal 5 ayat 1 Tanah yang telah terdaftar atau belum terdaftar yang sengaja tidak diusahakan,tidak dipergunakan,tidak dimanfaatkan,dan tidak dipelihara menjadi objek penertiban Tanah Terlantar.
Pasal 7 ayat 3 Tanah Hak Guna Bangunan Hak Pakai dan Hak Pengelolaan menjadi objek penertiban Tanah Terlantar jika dengan sengaja tidak diusahakan,tidak dipergunakan,tidak dimanfaatkan dan tidak dipelihara terhitung mulai 2 tahun sejak diterbitkannya hak.
Atas dasar tersebut diatas maka kami melalui lembaga Komando Pemberantasan Korupsi (L-KPK) Provinsi Kepulauan Riau meminta menteri ATR/ BPN agar mencabut,mengambil alih lahan tersebut menjadi Bank Tanah.
( Martin )