Saumlaki (Tanimbar) KOMPAS86.com
Tak disangka kalau kondisi daerah ini semakin terpuruk akibat Kong kali Kong yang dilakukan oleh eksekutif dan legislatif untuk meraup keuntungan kendati gaji mereka sendiri sudah terbilang tinggi namun masih saja mau memperkaya diri dengan uang haram alias uang ketuk palu yang kini lagi dibidik HPH.
Penyidik Kejaksaan Negeri Saumlaki mulai melebarkan sayap dengan pemeriksaan untuk melengkapi kasus dugaan korupsi pada BPKAD Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Setelah menetapkan 6 tersangka, jaksa mulai mengejar para oknum anggota DPRD KKT yang diduga turut menikmati uang haram tersebut.
Bau amis aliran dana milik negara ini kian menyengat. Dana SPPD Fiktif di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) sebesar Rp9 milyar dengan kerugian negara senilai Rp6,6 miliar, ternyata tak hanya dinikmati oleh para pejabat tinggi pada kantor Bendahara Umum Daerah (BUD) ini.
Dana itu juga disinyalir mengalir ke rumah rakyat. Parahnya, dana rakyat yang dititipkan pada kas daerah, dinikmati oleh para wakil rakyat Kepulauan Tanimbar sehingga kini
satu persatu anggota DPRD Bumi Duan Lolat ini mulai dipanggil ke rumah Korps Adhyaksa yang terletak di Jalan Poros, Saumlaki.
Dari pantauan media ini, Ketua Komisi B DPRD KKT Apolonia Laratmase, yang getol meneriakan uang pelicin senilai Rp400juta yang katanya mengalir ke pimpinan dan DPRD atau diistilahkan sebagai uang ‘Ketuk Palu’, telah memenuhi panggilan kejaksaan setempat.
Apolonoa Laratmase akhirnya memenuhi surat panggilan kedua, setelah surat panggilan pertama dilayangkan kepada dirinya. Laratmase mendatangi kantor kejaksaan pada Kamis (6/7/2023) pagi. Setelah menunggu beberapa saat di lobi kantor, politisi Partai Gerindra ini dipanggil jaksa ke ruangan pemeriksaan.
Dari pantauan, Pola diperiksa hingga jam makan siang. Selain Pola, sebelumnya telah dipanggil untuk memberi keterangan yakni Wakil Ketua II DPRD KKT Ricky Jauwerisa dan Anggota DPRD Shinsu dari Komisi B.
Meski begitu sumber media ini di birokrasi Pemda KKT menyebutkan, kalau angka yang dibagi-bagi tiap pembahasan APBD hingga terjadi deadlock hampir mencapai ratusan juta. Dimana ada peran anggota yang menjadi penghubung dan meminta sejumlah uang agar proses pembahasan hingga pengesahan RAPBD menjadi APBD dapat segera disahkan.
“Biasanya sih nanti yang jadi penghubung itu sampaikan ke Pemda dan sampai ke tampuk kekuasan tertinggi. Deal angka, ya cair,” ujar sumber yang mengaku jika tak ada uang pelicin, maka para wakil rakyat Bumi Duan Lolat ini akan terus membuat deadlock.
Selain “uang ketok palu” diduga ada permintaan tambahan uang lain sebagai jatah Banggar yang nilai nominalnya disesuaikan dengan jabatan dari para anggota DPRD, bahkan penyerahan uang diduga dilakukan secara tunai pada tempat yang disepakati bersama.
Praktek “kotor” ini berlangsung dari tahun 2020 sampai tahun 2022 sebelum masa jabatan Bupati Petrus Fatlolon berakhir.
Sementara itu, sumber dari dalam Balai Rakyat juga membenarkan kalau ada aliran dana ratusan juta rupiah untuk Ketuk Palu. Namun hanya dinikmati oleh beberapa oknum anggota DPRD saja alias tidak dibagi-bagi kepada semua anggota yang berjumlah 25 orang ini.
“Saya tahu kok yang pergi ambil duitnya siapa saja, pakai baju apa, dimana, jam berapa dan dibagikan kepada siapa saja,” tandas sumber tersebut, ungkap sumber tersebut.
#Mas Agus#