Diduga Tidak Kantongi Izin Penebangan Pohon, Lahan Modus Pembangunan Sekolah Negeri Merek, Kembali Menjadi Polemik

banner 468x60

KABUPATEN KARO (SUMUT) KOMPAS86.com__,
Kembali menjadi polemik ditengah-tengah masyarakat Karo, terkhusus warga Desa Merek, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, terkait lahan yang sebelumnya sebagai modus pembangunan sekolah, tepatnya disamping kantor Kepala Desa Merek (11/05).

Adapun penyebab kembali polemiknya lahan tersebut karena pohon-pohon yang ada di dalam kawasan yang belum jelas status kepemilikannya tersebut. Kini, mulai dirambah Orang Tak Dikenal (OTK), dan keluar dari lahan tersebut.

Menurut informasinya, pohon-pohon yang berada dalam lokasi tersebut sudah lebih dulu ditebang. Setelah penebangan, maka sekira pada jam 02:00 WIB dini hari, pohon-pohon tersebut dimuat dan terkesan tanpa izin penebangan.

Menanggapi hal tersebut Kepala KPH XV Kabanjahe, Ramlan Barus, mengatakan bahwa kami tidak ada memberikan izin terhadap perambahan hutan yang dilakukan tersebut.

“Berdasarkan Sk dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang keluar tahun 2023, disitu jelas mengatakan bahwa lahan tersebut adalah Areal Penggunaan Lain (APL), dan oleh karena penebangan tersebut mungkin saja mereka langsung ke pihak Propinsi. Dan hal itu sah-sah saja sebab pihak propinsi-lah yang memberikan izin” ucap Ramlan Barus, 3 Mei 2024 saat ditemui di ruang kerjanya.

Diketahui sebelumnya, lahan tersebut dikuasai oleh pihak Kehutanan seluas sekira 6 Ha, dan pohon-pohon yang ditanam tersebut sebelumnya juga ditanam oleh pihak Kehutanan.

Menanggapi hal tersebut, kepala KPH XV Kabanjahe, Ramlan Barus, membenarkan bahwa sebelumnya itu wilayah kehutanan namun terkait izin perambaham hutan menurutnya langsung ke kantor Kehutanan Propinsi Sumarera Utara.

Oleh karna hal tersebut, jika saja diduga pelaku perambah hutan tersebut tidak mengantongi izin. Maka diduga telah melakukan tindak pidana kehutanan berupa mengerjakan, dan/atau menggunakan dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah.

Sebagaimana dimaksud pada Undang-undang Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang telah diubah pada paragraf 4 angka 17 Pasal 50 ayat (2) huruf ”a” Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana paling tinggi 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 7.500.000.000,- (tujuh miliar lima ratus ribu rupiah).

Munthe, warga Desa Merek, mengatakan bahwa dirinya berharap agar pihak Aparat Penegak Hukum (APH) dan Pemerintah Daerah (Pemda) serta tim Penyidik Balai Gakkum KLHK Sumut, mau menyelidiki kasus ini. Sebab, terkesan terjadi pembiaran atas perambahan hutan yang diduga tak punya izin, dan kalaupun bukan lagi kawasan hutan dan APL seharusnya sudah jelas dan informasinya tidak simpang siur seperti saat ini.

“Kami harap APH, Pemda, dan tim Penyidik Balai Gakkum KLHK Sumut, peduli dan mau menyelidiki bagaimana keterangan lahan tersebut, dan jangan lagi ada modus-modus baru seperti sebelumnya terkait pembangunan sekolah” harap Munthe pada Kompas86.com, Sabtu (11/05/2024).

#(Yogi Barus)#

Pos terkait

Tinggalkan Balasan