SAMOSIR || kompas86.com – Nurbetty Sitanggang seorang perempuan yang berprofesi sebagai guru dan menjabat sebagai Kepala Sekolah di salah satu Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, merasa resah atas ulah oknum Jurnalis yang getol menyorotinya. Ia menilai kelakuan itu merupakan sentimen pribadi.
“Mulai dari postingan saya di Facebook, hingga KTP saya jadi bahan sorotan dibuat jadi berita, entah siapa yang saya rugikan,” kata Nurbetty kepada wartawan. Sabtu, 25 April 2025.
Ia kesal atas beberapa pemberitaan tentang dirinya karena tidak ada upaya konfirmasi dari oknum yang memberitakan. “Kalau ada konfirmasi, tentu saya bisa menjelaskan. Tiba-tiba berita terbit, ada nama saya, saya kan terkejut.”
Terkait Kartu Tanda Penduduk (KTP) miliknya yang dituding sebagai pembohongan publik, Nurbetty Sitanggang mengatakan bahwa KTPnya dicetak pada Tahun 2012, saat dirinya belum menjadi seorang Guru (ASN), dan ia bekerja sebagai seorang petani.
“Mana mungkin saya mencantumkan dua pekerjaan dalam KTP, saya rasa pun sebagai seorang guru itu adalah profesi karena saya kerjakan secara profesional, dan setelah saya pulang mengajar, saya memang bertani, jadi siapa yang saya bohongi? Selama ini, KTP ini yang saya gunakan mengurus segala administrasi apapun, dan tidak ada sistem yang menolak. Namun jika ada aturan yang mengatur bahwa seorang guru harus mengubah kolom pekerjaan dalam KTP menjadi guru, meski punya pekerjaan lain, saya juga akan mengganti KTP saya,” jelasnya.
Selain masalah KTP, setelah peristiwa yang terjadi di SMPN 1 Sianjurmulamula baru-baru ini, terkait masalah antara Kepala Dinas Pendidikan dengan seorang Guru yang viral di Media Sosial. Nurbetty Sitanggang juga ikut menjadi sorotan.
Nama Nurbetty Sitanggang jadi sorotan di disalah satu media online, yang dituding seolah-olah memperkeruh situasi. Pemberitaan itu dimuat berdasarkan isi postingan Nurbetty Sitanggang disalah satu grup Facebook.
“Saya sendiri terkejut melihat nama saya dimuat dimedia, tanpa sepengetahuan saya,” katanya.
Nurbetty Sitanggang menjelaskan bahwa isi postinganya disalah satu grup Facebook tidak pernah mengurusi masalah yang terjadi di SMPN 1 Sianjurmulamula.
“Saya membuat postingan tentang bagaimana tentang loyalitas terhadap pimpinan, dan saya tidak menyebutkan siapapun dalam postingan saya itu,” ujarnya.
Ketika ditanya, apakah pihak media tidak melakukan upaya konfirmasi terhadap dirinya, Nurbetty Sitanggang mengatakan tidak sama sekali. “Sehingga saya merasa keberatan dengan berita itu. Saya merasa dirugikan.”
Karena pemberitaan yang dinilai tidak berimbang itu, Nurbetty Sitanggang telah mengirim surat keredaksi media yang memberitakan itu supaya dilakukan hak ralat atau hak koreksi dalam pemberitaan.
“Jika memang pemberitaan itu tidak menyalahi dalam aturan, diabaikan saja surat saya itu. Tapi kalau itu salah, sebaiknya dibuat ralat pemberitaan. Namun dua kali saya surati redaksi, tapi permintaan saya tidak dipenuhi,” ujarnya.
Nurbetty Sitanggang mengatakan bahwa pemberitaan Jurnalis juga merupakan sarana pendidikan, dimana semua informasi yang disebarkan merupakan realita yang sebenarnya, bukan karena kebencian pribadi atau person.
“Saya buat permintaan ralat keredaksi juga tidak dipenuhi, malah yang saya lihat pemberitaan berlanjut,” ungkapnya.
Bahkan kata Nurbetty Sitanggang, dirinya juga dilaporkan soal KTP dan soal kebebasanya bermedia sosial, serta tudingan melakukan interpensi terhadap Jurnalis, karena membuat surat permohonan hak ralat ke redaksi.
“Kan aneh, masa saya harus dibatasi bermedsos. Soal surat saya ke redaksi, mana ada niat menginterpensi, yang saya tau ralat itu sama artinya dengan koreksi. Tapi, apapun itu, kita lihat saja nanti prosesnya bagaimana,” tandasnya. (tim)