Andreas Taborat Desak Semua Kapal Ikan Yang Beroperasi di Maluku Wajib Sandar di Pelabuhan

banner 468x60

SAUMLAKI (MALUKU) KOMPAS86.com__,
Anggota DPRD Provinsi Maluku dari Fraksi PDIP, Andreas W.Taborat, mendesak pemerintah pusat agar mewajibkan seluruh kapal penangkap ikan yang beroperasi di wilayah perairan Maluku untuk bersandar di pelabuhan lokal. Langkah ini dinilai penting untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan memperketat pengawasan hasil laut di provinsi kepulauan tersebut.

Demikian dikatakan Taborat kepada wartawan di Saumlaki Senin (21/4/2025) yang menegaskan bahawa semua kapal ikan yang beroperasi di perairan Maluku wajib sandar di pelabuhan lokal yang ada di wilayah ini, bukan hanya melakukan alih muat ditengah laut, karena hal itu sangat merugikan daerah bahkan hasil laut Maluku akan habis dibawa keluar tanpa kontribusi yang berarati pada peningkatan PAD sebagai daerah penghasil.

Dirinya menilai, kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang hanya mewajibkan kapal baru untuk bersandar, sedangkan kapal eksisting tetap boleh alih muat di laut, bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur (PIT).

“Surat Edaran KKP tidak bisa menyalahi peraturan pemerintah. Kalau kapal wajib sandar, kita bisa menarik retribusi, mendata hasil tangkapan secara akurat, dan mencegah pencurian ikan dan komoditi lainya,” terangnya.

Selain itu, dia juga menyuarakan perlunya revisi skema Dana Bagi Hasil (DBH) sektor perikanan. Saat ini, 20% hasil perikanan masuk ke pusat, sementara 80% dibagikan merata ke seluruh daerah, tanpa mempertimbangkan wilayah penghasil.

“Ini tidak adil untuk Maluku. Sebagai provinsi kepulauan dengan hasil laut terbesar, yang seharusnya minimal 10% dari 80% itu dikembalikan dulu ke daerah penghasil,” ujarnya.

Lebih lanjut, Taborat mengungkap data mencengangkan yaitu, ada sekitar 1.800 kapal penangkap ikan beroperasi di wilayah laut Maluku, namun pengawasan sangat terbatas. Ia mencontohkan kasus dua kapal ilegal yang terungkap di Tanimbar sebagai “puncak gunung es”.

“Kapal-kapal ini sering menjadikan Maluku sebagai transit. Padahal banyak yang mencuri teripang di Negara Tetangga Australia, tapi nama Maluku dan khususnya Tanimbar yang tercoreng di mata dunia internasional,” tambahnya.

Selanjutnya, Dalam pertemuan dengan KKP pada Januari 2025, Dirinya bersama Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku telah menyampaikan desakan ini secara resmi. Bahkan, ia mengaku sempat bersitegang dalam rapat karena merasa Maluku sering dianaktirikan dalam kebijakan nasional.

“Ini soal hak daerah penghasil. Kami akan terus kawal ini ke tingkat pusat dan sudah koordinasi dengan Gubernur Maluku. Artinya, Maluku tidak boleh terus jadi penonton di lautnya sendiri,” tutupnya.

#(Mas Agus)#

Pos terkait