Kompas86.com
PALI, Sumatera Selatan – Kompas86.com –
Hasan Basri (Bas), seorang warga Desa Betung ABAB, Kecamatan ABAB, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), melaporkan keluhannya terkait kerugian yang dialami akibat kebocoran pipa milik PT Adera Field, anak perusahaan Pertamina. Kebocoran tersebut menyebabkan aliran minyak mentah mengotori lahan pertanian miliknya. Bas mengungkapkan bahwa kebocoran itu terjadi karena usia pipa yang sudah tua dan rapuh.
“Sejujurnya, PT Adera telah sangat melukai perasaan saya sebagai rakyat kecil. Saya merasa tidak dihargai sebagai warga negara yang sah. Setiap tahun saya membayar pajak bumi dan bangunan (PBB), bahkan rezeki yang sedikit pun saya peroleh, saya bayar pajaknya. Tapi kenapa, ketika saya mengadu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) tidak juga mengambil tindakan?” ujar Bas,
Dengan penuh kekesalan, dalam bahasa daerah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Menurut Bas, kebocoran pipa pertama kali terjadi pada 31 Maret 2025, dan pipa pecah lagi pada 10 April. Ia mengungkapkan bahwa pihak Humas PT Adera Field, yang bernama Rista, menawarkan kompensasi sebesar 1,5 juta rupiah. Namun, Bas menolak tawaran tersebut dan mengajukan tuntutan sebesar 50 juta rupiah. Pada 5 Mei 2025, Bas dipanggil kembali oleh pihak Pertamina Adera, kali ini oleh seorang bernama Dodi, yang meminta agar nilai tuntutannya diturunkan. Setelah mempertimbangkan permintaan tersebut, Bas akhirnya menurunkan nilai tuntutannya menjadi 35 juta rupiah.
“Saat itu saya merasa agak lega karena saya kira Dodi bisa membantu menyelesaikan masalah ini. Namun, pada 2 Juni 2025, saya diminta lagi untuk menurunkan tuntutan saya. Terus terang, saya sudah tidak mau lagi. Sejak itu, hingga Senin, 14 Juli 2025, tidak ada komunikasi lebih lanjut dari pihak Adera. Saya ini rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Saya bukan pedagang lahan yang bisa menawar. Saya hanya merasa dirugikan. Saya tidak tahu dampak yang akan datang terhadap tanaman di lahan saya.
Saya hanya ingin penyelesaian yang adil, cepat, dan jelas,” ujar Bas.
Dengan nada yang penuh harap, Bas melanjutkan, “Jika saya dianggap salah atau permohonan saya berlebihan, tolong temui saya dengan pihak Adera yang memiliki kewenangan dalam masalah ini.
Tunjukkan saya dasar hukum yang jelas, sebutkan pasal dan ayat mana yang menyatakan saya salah. Saya siap menerima keputusan hukum, bahkan jika itu berarti tidak ada kompensasi sama sekali. Tetapi saya merasa belum merdeka di tanah kelahiran saya ini. Negara kita merdeka sejak 1945, atas perjuangan rakyat. Seharusnya pihak Pertamina atau Adera lebih peka terhadap kami yang juga anak bangsa.”
Ia menambahkan, “Kalau saja umur saya lebih muda, saya ingin menangis di depan pihak Adera agar mereka benar-benar mengerti kondisi saya. Sejak masalah ini muncul, saya sudah mengeluarkan banyak biaya. Perjalanan dari Desa Betung ke Pengabuan saja tidak cukup dengan 100 ribu rupiah, belum lagi biaya-biaya lainnya. Setiap kali saya dipanggil,saya tidak bisa mencari nafkah.
Seharusnya perusahaan yang bertanggung jawab datang langsung ke rumah saya,” jelas Bas, yang kini merasa lelah dengan perjuangannya.
Bas juga mengungkapkan bahwa laporan terkait insiden ini sudah disampaikan ke Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten PALI, namun hingga kini belum ada hasil atau kompensasi yang diterimanya.
“Karena saya tidak paham hukum, saya hanya tahu bahwa saya dirugikan. Semoga melalui media ini, pihak berwenang bisa menelusuri masalah ini dengan serius. Saya ingin semua orang tahu bahwa kebocoran pipa milik PT Adera benar-benar terjadi karena kelalaian dan usia pipa yang sudah tua,” kata Bas, mengakhiri laporannya.
Penjelasan Hukum
Berdasarkan hasil penelusuran hukum yang dilakukan oleh tim media, jika kebocoran pipa Pertamina terjadi, maka hal tersebut mengacu pada UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang mengatur tentang tanggung jawab perusahaan terhadap insiden semacam ini.
Tanggung Jawab Perusahaan:
Pertamina dan anak perusahaannya, seperti PT Adera Field, bertanggung jawab atas segala dampak kebocoran, termasuk pencemaran lingkungan dan kerugian yang dialami masyarakat.
Sanksi:
Jika terbukti kebocoran disebabkan oleh kelalaian, perusahaan dapat dikenai sanksi administratif, perdata, atau pidana, sesuai dengan UU Migas dan peraturan yang berlaku.
Perlindungan Lingkungan:
Selain itu, UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga mengatur kewajiban perusahaan untuk memulihkan lingkungan yang terdampak.
Kewajiban Pemulihan dan Kompensasi:
Perusahaan diwajibkan untuk membersihkan area terdampak, memulihkan ekosistem, dan memberikan kompensasi kepada warga yang dirugikan.
Berdasarkan penelusuran ini, Hasan Basri berharap pihak berwenang segera mengambil langkah tegas untuk menyelesaikan masalah ini. Jika peraturan yang ada sudah tidak berlaku lagi, maka Bas meminta agar pihak terkait segera membuka informasi terbaru dan segera menindaklanjuti masalah ini, dengan mengingat sila kelima dalam Pancasila: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Penulis: Ansori (Toyeng)