Warga Pandai Singkek Pasang Baliho Tolak Geothermal, Siapa Yang Diuntungkan Tanah Datar

banner 468x60

Tanah Datar, KOMPAS86.COM– Warga nagari Pandai Singkek memasang baliho-baliho besar berisi pesan tegas: “Kami masyarakat Pandai Sikek menolak Geothermal Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Nagari Pandai Sikek, Kamis (25 /09/25) .

Baliho itu terpasang di persimpangan jalan utama, depan rumah gadang, hingga di area persawahan.
Aksi tersebut menjadi simbol sikap kolektif masyarakat Pandai Sikek yang menempatkan pertanian sebagai prioritas utama dan jalan hidup yang harus dijaga.

Pandai Sikek selama ini dikenal sebagai nagari yang mapan dalam sektor pertanian.
Berada di kaki Gunung Singgalang, kawasan ini memiliki tanah subur yang dimanfaatkan untuk menanam padi, bawang merah, sayur-mayur, hingga palawija. Hasilnya tidak hanya memenuhi kebutuhan lokal, tetapi juga dipasarkan ke berbagai daerah di Sumatera Barat.

“Bagi kami, tanah dan sawah adalah harta tak ternilai. Pertanian sudah sejak lama menjadi nafas kehidupan di Pandai Sikek. Kehadiran proyek geothermal dikhawatirkan akan merusak lingkungan, mengancam lahan pertanian, dan menciptakan konflik horizontal.

Kami bersatu menyuarakan penolakan kami,” ujar seorang tokoh masyarakat Nagari Pandai Singkek Yang Identitas nya Di Rahasiakan.

Data dari Kabupaten Tanah Datar menunjukkan bahwa sektor pertanian berkontribusi sekitar 29,81 % terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Lebih dari 70 % penduduk Tanah Datar menggantungkan hidupnya pada pertanian, baik dalam bentuk tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, maupun perikanan. Fakta ini menegaskan bahwa pertanian bukan sekadar aktivitas ekonomi, melainkan tulang punggung kesejahteraan daerah.

Dalam tiga tahun terakhir, PDRB Tanah Datar meningkat lebih dari Rp 1,40 triliun, Pertumbuhan ini tidak terlepas dari stabilitas sektor pertanian sebagai pilar utama ekonomi daerah.

Dengan capaian ini, masyarakat Pandai Sikek semakin yakin bahwa mempertahankan pertanian jauh lebih menjanjikan daripada membuka ruang bagi proyek geothermal. Seorang petani muda mengungkapkan hal serupa: “Pertanian itu jelas.

Sawah yang kami garap hari ini, hasilnya bisa kami nikmati besok. Panen bisa langsung dijual ke pasar, membuka lapangan kerja, dan menghidupi keluarga. Geothermal mungkin menjanjikan pekerjaan, tapi hanya untuk segelintir orang, sementara risikonya bisa menghancurkan tanah yang jadi sumber hidup kami.”Lirih Masyarakat Pandai Singkek Menyuarakan Aspirasi nya.

Warga Pandai Sikek memandang geothermal bukan sekadar proyek energi, melainkan ancaman terhadap keberlanjutan hidup mereka. Proyek ini membutuhkan pemboran, jaringan pipa, dan infrastruktur skala besar yang berpotensi mengganggu aliran air tanah serta merusak struktur tanah subur.

Selain itu, keuntungan dari geothermal cenderung mengalir ke perusahaan besar atau investor, sementara masyarakat lokal hanya menerima dampak lingkungan. Pekerjaan yang disediakan pun terbatas, tidak sebanding dengan ribuan keluarga yang hidup dari pertanian sehari-hari.
“Kalau sawah kami rusak, apa yang bisa kami makan? Apa yang bisa kami wariskan? Pertanian bisa terus ada sepanjang generasi, tapi geothermal hanya proyek sementara. Kami tidak ingin mempertaruhkan masa depan anak-cucu demi keuntungan sesaat,” ungkap seorang bundo kanduang yang ikut memasang baliho.

“Kami bukan menolak pembangunan,Kami hanya ingin pembangunan yang menjaga tanah dan air, bukan yang mengorbankannya. Pertanian adalah masa depan kami, sekaligus masa depan nagari ini,” tegas seorang pemuda Pandai Sikek.

Saat ini, awak media akan berusaha menghubungi pemerintah daerah dan pihak selaku Pemegang proyek Geotermal. (*)

Pos terkait