Saumlaki (Tanimbar)
Kompas86.com.
Apolonia Laratmase Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) yang sebut menerima sejumlah uang hasil Korupsi SPPD Fiktif pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) akhirnya angkat bicara menanggapi tudingan yang dilontarkan saksi sidang perkara korupsi yang saat ini sedang digelar di pengadilan Tipikor Ambon.
Kepada media ini di Saumlaki Kamis (7/12/2023) melalui telepon seluler, Apolonia Laratmase yang sering dipanggil Ibu Pola ini dengan tegas mengatakan bahwa dirinya tidak perna menerima aliran dana SPPD dari BPKAD yang pimpin Jonas Batlayeri (terdakwa) bahkan mengatakan semua yang dituduhkan kepada dirinya adalah tidak benar dan hanya merupakan upaya mencemarkan nama baiknya sebagai anggota DPRD dan menjatuhkan elektabilitas dalam menghadapi pileg 2024.
Menyikapi fakta sidang pada pengadilan Tipikor Ambon yang ikut menyebut nama anggota DPRD sebagai penikmat hasil uang haram tersebut dinilai telah mencoreng nama baik anggota DPRD. Menurut Ketua Komisi A tersebut, saksi yang dihadirkan bahkan terdakwa sekalipun harus koperatif dalam memberi keterangan yang benar bukan mengada-ada seperti yang terlihat pada sidang lalu.
“Terkait dengan dugaan yang dihembuskan oleh para saksi, saya mau bilang bahwa tidak perna menerima apapun pada kasus SPPD fiktif yang dilakukan oleh Kepala BPKAD Jonas Batlayeri dan tidak perna bertemu dengan dirinya dan hal ini terbukti karena selama ini saya selalu fokal dalam setiap pembahasan DPRD bahkan sangat menentang kebijakan yang tidak bijak dari Pemerintah Daerah dan terdakwa, bahkan keterangan saya dibenarkan oleh saksi Stanislaus Kenjapluan (kades Lauran) dan ibu Atua dan membantah keras keterangan terdakwa Maria Gorety Batlayeri dalam persidangan Senin (4/12) “terang Laratmase”.
Hasil pantauan dan penelusuran media, dari sisi fakta persidangan, sangat melenceng dari hasil pemeriksaan yang tertuang dalam BAP. Sebut saja kesaksian dari Albyan Touwelly yang mengaku pernah diperintah mengantarkan uang kepada sejumlah anggota DPRD setempat termasuk Ketua Komisi A tapi itu ditahun 2019. Sedangkan SPPD baru terjadi pada tahun 2020 lalu. Hal ini juga dibenarkan oleh mantan Kepala BPKAD Yonas Batlayeri maupun mantan Sekretaris BPKAD Maria Goreti Batlayeri. Namun hasil pemeriksaannya sangat jauh berbeda dengan apa yang disampaikan Saksi Albyan.
“Jangan karena sudah eror dan bingung mempertangungjawabkan milyaran rupiah ini, lalu mengarang indah yang ujungnya fitnah dan bisa berdampak hukum,” ujarnya dan kembali menegaskan kalau dirinya akan membawah masalah ini ke jalur hukum, supaya ada efek jera bagi orang yang suka bersaksi dusta, ungkap Laratmase.
Menurutnya, keterangan saksi Albyan dan terdakwa Jhon Batlayeri (Kepala BPKAD) dan Maria Gorety Batlyeri (Sekretaris BPKAD) dalam persidangan Senin (4/12) dinilai membabi-buta bahkan terkesan melindungi orang nomor satu yang nota bene adalah biang kerok terjadinya korupsi di daerah berjuluk Duan Lolat ini.
Dia juga menambahkan bahwa, tuduhan terhadap dirinya merupakan konspirasi yang sengaja dibuat sehingga dapat mempengaruhi elektabilitasnya sebagai politisi partai Gerindra di daerah ini. Walaupun demikian Laratmase dengan hati yang tulus tetap mendukung dan memberikan apresiasi kepada pihak APH dalam mengungkapkan kasus ini sehingga secara terang benderang dapat diketahui bahwa siapa yang sebenarnya paling bertanggung jawab dalam perkara ini.
Hasil penelusuran media ini dari berbagai sumber, mengungkap fakta yang cukup mencengangkan. Pasalnya dari totalan Rp9 milyar SPPD BPKAD, ada aliran dana senilai Rp2,5 milyar yang hilang tanpa jejak. Dan di duga kuat uang tersebut mengalir ke orang yang paling bertanggung jawab yang hingga tahap persidangan ini nama orang kuat ini masih dibungkus rapih oleh mantan kepala BPKAD Jonas Batlayeri.
(Mas Agus)