Rejang Lebong ( Bengkulu ) Kompas86.com Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (Ditjen PAUD Dikdasmen), Gogot Suharwoto, mengatakan ada aturan ketat pada transformasi dalam Seleksi Penerimaan Murid Baru 2025.Salah satunya mengenai dana Bantuan Operasional Sekolah atau BOS, yang bakal punya peran penting dalam aturan SPMB 2025.
SPMB adalah nama dan sistem baru dari Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Terdiri dari kuota di jalur domisili, afirmasi, dan prestasi juga berubah. Kuota jalur domisili akan dikurangi sedangkan afirmasi dan prestasi ditambah.“Penambahan kuota jalur afirmasi dilakukan berdasarkan hasil pembahasan bersama Menteri Sosial. Dari data yang kami himpun, sekitar 80 persen anak yang rentan tidak melanjutkan pendidikan berasal dari keluarga tidak mampu,” kata Gogot, dalam keterangan resminya dikutip, Senin (28/4/2025).
Gogot mengatakan pemerintah saat ini telah mengunci daya tampung setiap sekolah lewat sistem Data Pokok Pendidikan atau Dapodik.
Jika kuota sekolah negeri sudah penuh, maka siswa yang belum tertampung akan dialokasikan ke sekolah swasta yang terakreditasi. Pemerintah juga akan membantu biaya pendidikan siswa.
Gogot, membeberkan alasan perubahan nama PPDB menjadi SPMB. Tidak lain adalah untuk mewujudkan pendidikan yang inklusif, merata, dan adil.
Selain itu ia menyampaikan bahwa transformasi ini merupakan hasil evaluasi mendalam terhadap pelaksanaan PPDB sejak 2017 hingga 2024.
Data menunjukkan masih adanya penyimpangan dalam proses seleksi, penurunan jumlah sekolah unggulan, serta ketimpangan persepsi terhadap sekolah negeri dan swasta.
“Kita harapkan bisa selesaikan semua itu, tetapi tetap kita perlu melakukan mitigasi sedini mungkin sehingga potensi-potensi penyimpangan, seperti proses seleksi yang tidak akuntabel, tidak transparan, ataupun tidak patuh terhadap peraturan yang sudah kita sepakati,” ujar Gogot Suharwoto.
Lebih lanjut, ia menambahkan masih ada tantangan besar.
“Kita masih punya tantangan besar yang harus dihadapi, yaitu kesenjangan mutu pendidikan. Kita masih punya persepsi bahwa sekolah negeri itu lebih baik dan lebih murah sehingga masih ada potensi-potensi intervensi dalam proses seleksi. Oleh karena itu, kita perlu melakukan mitigasi untuk mengatasi akar permasalahan tersebut,” tambahnya.
Adapun untuk jenjang SD, persentase jalur penerimaan tetap dipertahankan sebagaimana sebelumnya.
Untuk SPMB SMP, kuota domisili minimal 40 persen, afirmasi minimal 20 persen, prestasi minimal 25 persen, dan mutasi maksimal 5 persen.
Untuk SPMB SMA, kuota domisili minimal 30 persen, afirmasi minimal 30 persen, prestasi minimal 30 persen, dan mutasi maksimal 5 persen.
Hal ini dilakukan untuk memberikan ruang lebih besar bagi calon murid dari keluarga ekonomi tidak mampu, penyandang disabilitas, dan calon murid berprestasi.
Ia mengatakan, perubahan sistem ini sebagai langkah strategis untuk mewujudkan sistem pendidikan yang lebih inklusif, adil, dan transparan dalam proses penerimaan murid baru.
“Penambahan kuota jalur afirmasi dilakukan berdasarkan hasil pembahasan bersama Menteri Sosial. Dari data yang kami himpun, sekitar 80 persen anak yang rentan tidak melanjutkan pendidikan berasal dari keluarga tidak mampu. Oleh karena itu, jalur afirmasi ini difokuskan untuk murid dari keluarga kurang mampu, termasuk di dalamnya anak-anak penyandang disabilitas,” ujar Gogot.
Pemerintah berkomitmen untuk memastikan keberpihakan terhadap murid dari keluarga dengan kondisi ekonomi tidak mampu.
Bagi murid yang berdomisili dekat dengan sekolah, jalur domisili dapat digunakan. Jika memiliki prestasi, murid dapat menggunakan jalur prestasi sebagai pilihan.
Sumber : KOMPAS.COM