Aktor Utama Penggerak Kurikulum Oleh Dilla, S.Pd., Guru SMPN 2 Bukittinggi

banner 468x60

KOMPAS86.com – Setiap satu dekakde kurikulum selalu berganti, karena sejatinya kurikulum ini harus mengikuti perkembangan zaman. Mengikuti kemajuan teknologi dan informasi untuk menunjang kemajuan suatau negeri. Majunya sebuah bangsa tergantung bagaimana sistem pendidikan di negara tersebut.

Bagaimana negara mengelola pendidikan bagi anak bangsanya, karena di tangan generasi muda saat inilah tongkat estafet kemajuan suatu bangsa. Maka karena itulah kita harus bisa mendidik dan mengarahkan anak muda saat ini dengan pendidikan yang berkualitas dan mumpuni

Ganti mentri, ganti kurikulum, itulah yang sering menjadi pameo di dalam masyarakat Indonesia. Sejatinya kurikulum memang harus terus berganti sesuai dengan kemajuan zaman. Karena ada juga istilah yang menyebutkan, tidak akan mungkin anak milenial diajar oleh guru kolonial, yang notabene pastilah berbeda cara mengadapinya.

Semakin maju dan berkembangnya teknologi, otomatis kurikulum dan metode pengarajan harus berubah. Apalagi zaman digital saat ini, di mana semua informasi sangat mudah diakes di mana saja hanya dengan satu alat yang ada di dalam genggaman, yaitu gawai.
Apalah lagi dalam dunia pendidikan, dengan adanya teknologi digital ini diharapka akan mempermudah proses pembelajaran di sekolah.

Saat ini pun proses pembelajaran sudah menggunakan media digital yang sangat beragam, justru kalau tidak ikut menggunakan malahan itu yang dianggap tertinggal. Jadi sebagai guru, kita tetap belajar dan harus terus belajar, syukur-syukur sekarang para guru adalah kaum milenial yang lahir tahun 1970-an sampai 1980-an, mereka yang dengan mudah mengikuti arus perkembangan zaman dan dahulunya juga masih bisa bebas bermaian di luar rumah.

Berbicara mengenai kurikulum, sesungguhnya guru adalah aktor yang paling utama. Dialah sosok yang akan menggerakkan kurikulum, bisa dikatakan bahwa di tangan gurulah jalan dan tidaknya sebuah kuriklum tersebut. Apapun bentuk dan namanya, yang jelas guru adalah pemeran utama dan penggeraknya.

Bagaimanapun sistem yang diterapkan harus dilaksanakan, semua tidak lepas dari campur tangan guru. Saat ini saja di dalam dunia pendidikan, kita mengenal Standar Nasional Pendidikan yaitu kriteria minimal yang harus ada dalam setiap satuan pendidikan.

Lebih kurang ada delapan standar yang semuanya itu tidak bisa berjalan tanpa adanya guru.

Guru profesional adalah guru yang memiliki dedikasi tinggi dalam bekerja. Bahkan ketika anak didik sudah tamat dan berhasil yang akan mereka ingat itu adalah gurunya, bagaimana cara guru mereka memperlakukan mereka di dalam kelas. Tidak ada siswa yang cerita tentang kurikulum ketika mereka sudah tamat dan sukses, yang mereka ingat itu adalah gurunya, siapa guru favorit dan guru yang bisa menginspirasinya sehingga bisa mencapai kesuksesannya.

Bukan kurikulum, karena sejatinya yang melaksanakan kurikulum itu adalah guru yang profesionl di bidangnya.
Kurikulum yang sesungguhnya itu adalah guru, totalitas kehadiran guru, baik dari segi fisik, gestur, ucapan, semuanya real kurikulum. Berapa kalipun kurikulum berganti, apapun nama kurikulumnya, kalau guru diam saja tanpa mau bergerak dan mau menggunakannya, tidak pernah membaca, dan menerapkan, maka semua tidak akan berjalan.

Karena kunci dari terlaksananaya kurikulum yang baik itu adalah guru. Seorang guru yang profesioal dan bekerja dari hati, akan melaksanakan dan menjalankan kurikulum dengan baik, maka akan terciptalah program pendidikan yang semakin baik dan maju untuk mendidik anak bangsa sebagai pilar dan tonggak dasar untuk kemajuan bangsa ini.

Jadi guru adalah aktor utama dalam pelaksanaan kurikulum di sekolah.
Perubahan kurikulum yang terjadi di dalam dunia pendidikan harus disikapi positif dan hendaknya tidak dijadikan bahan perdebatan tanpa hasil. Bagaimanapun keadannya, kemajuan zaman memang keniscayaan dan menuntut adanya perubahan.

Jika tidak mau berubah, maka akan tertinggal. Walaupun pada kenyataannya, di lapangan menunjukkan betapa sebenarnya guru merupakan profesi yang unik. Akan lebih unik dan cenderung memprihatinkan jika kita sedikit membuka cakrawala kenyatan pendidikan di daerah pedalaman dan tertinggal. Karena tugas guru tidak hanya sekadar menyampaikan materi di dalam kelas saja dan selesai.

Apapun kurikulumnya, bagi anak didik guru adalah tempat untuk bertanya, sosok multi talenta yang mereka anggap serba bisa dan mampu menjawab segala keluh kesah mereka. Bahkan ada pameo di dalam masyarakat kalau guru itu adalah kamus berjalan. Dalam hal ini guru identik dengan sosok yang memiliki kemampuan luar biasa yang menguasai segalanya. Gurulah tempat tujuan mereka bertanya dan mencari solusi.

Nah, dengan kondisi demikianlah seorang guru memang harus memiliki daya literasi yang kuat, guru adalah kamus yang bisa berjalan harus dibuktikan kebenarannya. Dalam hal seperti inilah selayaknya guru mendapat apresiasi yang luar biasa dalam profesinya ini.

Dalam bidang pembelajaran, guru adalah segalanya, apapun kurikulum yang berlaku tetap gurulah yang menjadi tokoh utamanya. Guru adalah aktor yang sesungguhnya di dalam dunia pendidikan. Kalau guru hanay dituntut hebat, maka google jauh lebih hebat namun ketika guru dituntut sebagi pendidik, maka tida ada satu teknologi hebatpun yang akan mampu menggantikan sosok seorang guru.

Sejatinya apapun kurikulumya tidak akan menjadi masalah, karena guru adalah sentral dari segalanya. Walaupun tidak lagi menjadi satu-satunya sumber belajar pembelajaran memang harus berpihak kepada siswa, namun tetap saja sutradara di dalam kelas pembelajaran adalah guru. Ibarat sebuah pertunjukan drama, guru dalam proses pembalajaran adalah sutradara, penulis skenario, artis sekaligus produsernya.

Bayangkanlah bagaimana peran seorang guru yang sebenarnya, totalitas kehadiran seorang guru baik secara fiik dan psikis, adalah bagian dari kurikulum. Karena guru adalah kurikulum itu sendiri merupakan hal yang lengkap dan memiliki kompetensi yang tidak bisa dipungkiri kebenaranya.

Guru menjadi subjek dalam kurikulum, apapun yang dilakukan guru untuk menerjemahkan tuntutan kurikulum pada dasarnya merupakan manifestasi bahwa guru adalah kurikulum yang sebenarnya, makin lengkap kompetensi seorang guru, maka akan semakin lengkap juga konsep kurikulum yang diracang untuk pembelajara bagi peserta didik.

Guru memiliki kewenangan dalam mendesain kurikulum, bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi pembelajarn yang disampaikan, akan tetapi juga dapat menentukan strategi apa yang harus dikembangkan serta bagaimana mengukur keberhasilannya.

Guru sebagai pengembang dan yang menjalankan kurikulum, harus mampu menerjemahkan, menjabarkan dan mentrasnformasikan nilai-nilai yang terkadung dari dalam kurikulum. Pemahaman pada kurikulum akan memudahkan guru membuat rencana, menyusun indikator pencapaian kompetensi, melaksanakan langkah-langkah pembelajaran secara sistematis dan mampu menerapkan berbagai metode pembelajara yang menyenangkan.

Biodata Penulis
Dilla, S.Pd. lahir di Bukittinggi, pada tanggal 8 Juni 1981. Beralamat di Jl. H. Abdul Manan No. 49, Simpang Guguk Bulek, Bukittinggi.

Saat ini mengajar di SMPN 2 Bukittinggi. Telah menerbitkan 3 buku tunggal dan puluhan buku antologi.

Saat ini tergabung di dalam Kelas Menulis Elipsis dan penulis aktif di media online Negeri Kertas.

Penulis bisa dihubungi melalui email, dillaspd6@gmail.com, facebook: Espede Dilla, Instagram: @dilla.spd dan telegram: dilla S.Pd blog: www.dillaspd.my.id Nomor Kontak dan WA : 081363320742

Pos terkait

Tinggalkan Balasan