Surabaya || Jatim Kompas86 com
Polda Jatim turun tangan mengusut dugaan penahanan ijazah eks karyawan yang dilakukan UD Sentoso Seal Surabaya.
Ditreskrimum Polda Jatim kini tengah melakukan penyelidikan, menyusul laporan polisi yang dibuat eks karyawan Sentoso Seal berinisial DSP, yang mengaku ijazahnya ditahan
DSP yang merupakan mantan karyawan perusahaan milik Jan Hwa Diana itu sedang dimintai keterangan.
“Laporannya kemarin. Sekarang yang bersangkutan (pelapor) masih dimintai keterangannya,” jelas Dirreskrimum Polda Jatim, Kombes Pol M Farman saat dikonfirmasi, Selasa (22/4/2025).
Farman menyebut, berdasarkan laporan, pelapor mengaku bekerja di Sentoso Seal sejak Tahun 2019 hingga 2020.
Hingga saat ini, ijazah SMA milik pelapor disebut belum dikembalikan.
“Dalam laporan, yang bersangkutan melaporkan atas dugaan Tindak Pidana Sementara (TPS) penggelapan ijazah yang diduga dilakukan oleh saudari VA bersama sejumlah staf perusahaan,” terangnya.
Diketahui, DSP membuat laporan polisi ke SPKT Polda Jatim disampingi kuasa hukumnya, Edi Tarigan pada Senin (21/4/2025).
Edi menyebut, dalam laporan kliennya, nama VA dan kawan-kawannya sebagai pihak yang bertanggung jawab atas dugaan penggelapan dokumen pribadi, dalam hal ini ijazah dan SKCK milik korban
“Yang menerima dan menandatangani dokumen tersebut adalah VA. Tapi dalam tanda terima yang kami miliki, tercantum pula nama lain, sehingga kami sebut VA dan kawan-kawan,” paparnya.
Pihak pelapor menggunakan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, dengan dasar bukti berupa tanda terima dan salinan ijazah.
Hingga kini, ijazah milik korban belum juga dikembalikan oleh perusahaan, meski telah berkali-kali diminta secara langsung, bahkan disertai kehadiran orangtuanya.
“Klien kami sudah datang sendiri, bahkan bersama orangtuanya, tapi jawabannya selalu berbelit-belit,” terang Edi.
Edi membeberkan kronologinya. Di mana kasus ini bermula dari lowongan di media sosial seperti Facebook dan Instagram. Kliennya bekerja sebagai tenaga serabutan di perusahaan tersebut sejak November 2019 hingga April 2020.
Menurut Edi, praktik penahanan ijazah ini telah berlangsung sejak proses perekrutan. Pihak perusahaan disebut menawarkan dua opsi kepada calon pekerja, yakni menyerahkan uang jaminan sebesar Rp2 juta atau menitipkan ijazah.
“Jika memilih opsi kedua, maka gaji pekerja akan dipotong Rp1 juta per bulan selama dua bulan,” beber dia.
“Kalau tidak membayar uang, ijazah akan ditahan. Klien kami tidak punya uang, jadi menitipkan ijazah. Tapi setelah dua bulan potongan gaji, ijazah tetap belum dikembalikan,” pungkas Edi. (Bd)