Kuningan JABAR,kompas86.com
Didapati tanda tangan dua anak balita pada surat perjanjian ahli waris yang dibuat oleh salah satu ahli waris berinisial Es dalam perencanaan legalitas sebuah surat hibah atas sebidang tanah yang diduga milik negara untuk dikuasai guna kepentingan pribadi.hal tersebut dianggap telah bertentangan dengan pasal 1329 BW.dan.Pasal 171 a KUHAP.
keterangan tersebut disampaikan oleh kuasa hukum Saleh Suandi seorang whistleblower yang sedang memperjuangkan menyelamatkan tanah milik negara dari perbuatan penguasaan untuk kepentingan pribadi yang melibatkan salah satu ahli warisnya.
dijumpai Bambang L.A Hutapea, S.H.,M.H.,C., Med.jumat 16 Agustus 2024 kepada media di Kuningan,menyebutkan,
“atas Kecakapan bertindak adalah kewenangan umum untuk melakukan tindakan hukum. Kecakapan bertindak pada umumnya dan pada asasnya berlaku bagi semua orang. Setelah manusia dinyatakan mempunyai kewenangan hukum maka kepada mereka diberikan kewenangan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya. Untuk itu, diberikan kecakapan bertindak. Dari ketentuan Pasal 1329 BW, doktrin menyimpulkan bahwa semua orang pada asasnya cakap untuk bertindak, kecuali undang-undang menentukan lain.
Kewenangan bertindak merupakan kewenangan khusus, yang hanya berlaku untuk orang tertentu dan untuk tindakan hukum tertentu saja. Kewenangan bertindak diberikan dengan mengingat akan tindakan, untuk mana diberikan kewenangan bertindak sehingga tidak Sejalan dengan asas perlindungan kepada si tidak cakap maka dalam hal untuk tindakan hukum tertentu, si belum dewasa dinyatakan wenang bertindak, tetapi masih membutuhkan persetujuan dari orang lain atau harus diwakili oleh pihak yang wenang mewakilinya maka kepada si belum dewasa tidak bisa diberikan persetujuan umum atau kuasa umum, yang meliputi semua tindakan, karena dengan cara begitu fungsi perlindungan menjadi tidak jalan.
pasal 1329 BW merumuskan:
“Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan jika ia oleh undang undang tidak dinyatakan tidak cakap.”
Kata “perikatan” dalam Pasal 1329 BW seharusnya dibaca “perjanjian” karena perikatan tidak dibuat, tetapi muncul dengan sendirinya dari perjanjian atau undangundang. Perhatikan kata “perjanjian” dalam pasal berikutnya. Selanjutnya dalam Pasal 1330 BW dikatakan bahwa:
Tak cakap untuk membuat perjanjian adalah:
1.orang-orang belum dewasa.
2.mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.
3.orang perempuan dalam hal-hal yang ditentukan oleh undang-undang, pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Karena anak belum dewasa (dan kurandus) tidak cakap untuk bertindak dalam hukum, dan dalam tindakan hukumnya ia harus diwakili oleh orang tua atau wali (atau oleh kuratornya) maka semua tindakan hukum yang dilakukan oleh si tidak cakap adalah tidak sah. Bahkan kalau tindakan si tidak cakap itu secara tegas-tegas ataupun secara diam-diam disetujui oleh orang yang seharusnya mewakili tindakan yang bersangkutan, tetap saja tindakan itu tidak sah.
Berdasarkan Pasal 171 a KUHAP menjelaskan bahwa anak yang belum berumur lima belas tahun, demikian juga orang yang sakit ingatan, sakit jiwa, sakit gila meskipun hanya kadang-kadang saja, yang dalam ilmu penyakit jiwa disebut psychopath, mereka ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna dalam hukum.
Maka dari itu, menurut keterangan di atas, apabila ada suatu perikatan dan dicantumkan tanda tangan anak di bawah umur, maka perikatan tersebut tidak sah, meskipun disetujui oleh orang dewasa tetap tidak sah.
Selain perjanjian tersebut tidak sah, pelaku pemalsuan tanda tangan pun telah melanggar hukum dengan pidana pemalsuan tanda tangan berdasarkan pasal 263 KUHPidana yang berbunyi:
1.Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat dengan pidana penjara paling lama 6 tahun.
2.Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Selain di dalam pasal 263 KUHP, diatur juga di dalam Pasal 391 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2023, yang berbunyi:
Setiap orang yang membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu 2 Milliar.” tandasnya
(Red)