Batam,kompas86.com – Proyek revitalisasi Kolam Dermaga Terminal Curah Cair Kabil senilai Rp86,2 miliar kembali menjadi sorotan publik. Dugaan penyimpangan anggaran mencuat setelah ditemukan bahwa tanah hasil pengerukan proyek tidak dibuang ke Laut Lagoi, Kabupaten Bintan, sebagaimana yang diatur dalam kontrak. Sebaliknya, tanah tersebut ditimbun di samping PT Musim Mas, Kabil, tanpa dasar hukum yang jelas.
Kontrak yang menetapkan Laut Lagoi sebagai lokasi pembuangan, sesuai dengan tanda tangan PPK Aris Mu’ajib, seharusnya mencakup biaya transportasi dan pengelolaan limbah sesuai dengan standar lingkungan. Namun, perubahan lokasi pembuangan yang tidak sesuai prosedur menimbulkan dugaan bahwa sebagian anggaran tersebut telah disalahgunakan.
BP Batam dan Kontraktor Diduga Abaikan Ketentuan.
PT Karya Pembangunan Rezki, kontraktor proyek, dituding tidak menjalankan tugasnya sesuai kontrak yang telah ditandatangani PPK. Akibat ketidaksesuaian kontrak tersebut, muncul dugaan kegagalan pengerukan yang tidak mencapai kedalaman yang ditargetkan, yang semakin menguatkan asumsi adanya kelemahan dalam pengawasan. BP Batam, sebagai pengelola proyek, juga dianggap tidak serius dalam memastikan pelaksanaan sesuai aturan.
Kabag Humas BP Batam kala itu menjelaskan bahwa pengawasan proyek melibatkan instansi terkait. Namun, hingga berita ini diterbitkan, belum ada penjelasan dari BP Batam terkait alasan perubahan lokasi pembuangan tanah, termasuk alokasi anggaran yang tidak sesuai kontrak. Bahkan, lebih dari sebulan pertanyaan yang dilontarkan melalui pesan WhatsApp kepada Kabag Humas Sazani belum juga dibalas.
Dugaan Penggelapan Anggaran.
Aktivis lingkungan dan pengamat keuangan publik di Batam menyatakan bahwa perubahan lokasi tanpa izin resmi bukan hanya melanggar ketentuan, tetapi juga membuka peluang terjadinya korupsi. “Dengan lokasi pembuangan yang lebih dekat, tentu ada biaya transportasi yang terpangkas. Pertanyaannya, anggaran yang tersisa itu ke mana?” ujar seorang aktivis lingkungan.
Berdasarkan dokumen yang diperoleh 1Detik.info, proses pembuangan tanah yang seharusnya ke Laut Lagoi mencakup pengeluaran untuk transportasi laut, perizinan, dan manajemen limbah. Dengan pemindahan lokasi sepihak, biaya-biaya tersebut tidak terealisasi, sehingga menimbulkan dugaan kerugian negara dari nilai kontrak proyek yang mencapai puluhan miliar tersebut.
Desakan Penyelidikan.
Masyarakat mendesak Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepulauan Riau untuk menyelidiki dugaan penggelapan anggaran dalam proyek ini. Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan turut memeriksa kemungkinan adanya praktik korupsi sistemik dalam pengelolaan proyek BP Batam.
“Pelanggaran ini bukan hanya bentuk kelalaian, tetapi ada indikasi bahwa anggaran sengaja disalahgunakan. Penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu,” ujar pengamat hukum di Batam.
Kepercayaan Masyarakat Dipertaruhkan.
Proyek revitalisasi yang diharapkan dapat meningkatkan infrastruktur pelabuhan justru menimbulkan kecurigaan publik terhadap pengelolaannya. Jika dugaan korupsi ini terbukti, reputasi BP Batam akan terancam, dan kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana publik akan semakin merosot.
Masyarakat mendesak BP Batam untuk menunjukkan itikad baik dengan membuka data terkait pengelolaan proyek dan aliran anggaran. Tindakan ini dinilai penting untuk memastikan setiap rupiah yang dikeluarkan benar-benar digunakan untuk kepentingan publik, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Sumber : exposeperistiwa.com
(Red)