Purbalingga|kompas86.com,Desa Kembaran Wetan, Kecamatan Kaligondang, Purbalingga – Proyek pengaspalan jalan senilai jutaan rupiah yang bersumber dari Dana Desa (DD) tengah menjadi sorotan tajam. Bukannya menghadirkan jalan mulus dan nyaman bagi warga, proyek yang baru rampung dua minggu lalu ini justru menunjukkan kerusakan dini yang mengkhawatirkan di tiga titik lokasi berbeda. Aspal yang mengelupas dan kualitas yang jauh dari harapan memicu kecurigaan adanya penyelewengan dan ketidakprofesionalan dalam pelaksanaan proyek.
Warga Desa Kembaran Wetan geram. “Baru dua minggu, aspal sudah rusak. Kami khawatir ini akan terus memburuk dan membahayakan pengguna jalan,” ungkap AS, salah satu warga yang kecewa. Senada, WT menambahkan, “Ini uang rakyat! Harusnya hasilnya berkualitas, bukan malah jadi beban baru bagi kami.” Kekecewaan warga ini menjadi cerminan nyata kegagalan pemerintah desa dalam mengelola dana publik.
Pemerintah Desa Kembaran Wetan, melalui Sekretaris Desa, memberikan penjelasan yang terkesan mengaburkan fakta. Mereka menyatakan proyek dikerjakan oleh pihak ketiga dan Tim Pelaksana Kegiatan (TPK), dengan dua titik yang dikerjakan TPK mengalami kerugian hingga Rp 25 juta. Penjelasan ini langsung dibantah oleh perwakilan TPK yang merasa difitnah. Ia mengaku menanggung defisit karena memenuhi permintaan tambahan pekerjaan dari warga yang disetujui oleh perangkat desa. Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah permintaan tambahan pekerjaan tersebut tercatat dan dianggarkan secara resmi? Ataukah ini hanya akal-akalan untuk menutupi penyimpangan anggaran?
Lebih memprihatinkan lagi, pernyataan Sekretaris Desa tentang kerugian Rp 25 juta menimbulkan kecurigaan kuat adanya manipulasi data dan penggelapan dana. Praktisi hukum, Rasmono, SH, dengan tegas menyatakan, “Istilah ‘merugi’ tak seharusnya muncul dalam proyek dana desa jika semua dikerjakan sesuai perencanaan dan spesifikasi. Permasalahan biasanya timbul karena pekerjaan tambahan yang tak teranggarkan. Jika dipaksakan, hasilnya ya seperti ini: kualitas buruk dan potensi kerugian besar.”
Kasus ini bukan sekadar masalah kualitas aspal yang buruk, melainkan indikasi kuat adanya penyimpangan dalam pengelolaan dana desa. Ketidaktransparanan, ketidakakuratan informasi, dan saling lempar tanggung jawab antara pemerintah desa dan TPK semakin memperkuat dugaan tersebut. Ketegasan dan investigasi menyeluruh dari pihak berwenang sangat diperlukan untuk mengungkap kebenaran dan memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang terlibat. Jangan sampai kasus ini menjadi preseden buruk dan menggerus kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana desa. Transparansi, akuntabilitas, dan disiplin anggaran harus menjadi prinsip utama dalam setiap proyek pembangunan di desa, demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang sesungguhnya. Kepercayaan publik adalah aset berharga yang tak boleh dipertaruhkan demi kepentingan sesaat.
(Purwono_Banyumas)