Polemik Keuangan Aceh Timur: ASN dan Aparatur Desa Jadi Korban, DPRK Tetap Aman

banner 468x60

Aceh TimurKompas86.com__, 22 Maret 2025, Polemik keuangan di Kabupaten Aceh Timur kian menjadi sorotan. Keterlambatan pembayaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) serta gaji aparatur desa menimbulkan keresahan di masyarakat. Sementara itu, alokasi anggaran untuk Sekretariat DPRK Aceh Timur tetap stabil tanpa pemangkasan berarti. Lantas, apakah ini benar krisis anggaran atau hanya kebijakan yang tidak berpihak pada mereka yang bekerja di garis depan pemerintahan?

 

Ketimpangan Alokasi Anggaran

 

Setiap kali pemerintah daerah mengklaim adanya defisit anggaran, masyarakat berharap penghematan dilakukan secara adil. Namun, fakta menunjukkan anggaran untuk DPRK Aceh Timur tetap aman dengan miliaran rupiah dialokasikan untuk berbagai kegiatan legislatif, termasuk lebih dari setengah miliar rupiah hanya untuk atribut wakil rakyat.

 

Di sisi lain, ASN dan aparatur desa—yang menjadi tulang punggung pelayanan publik—justru harus menanggung beban keterlambatan pembayaran hak mereka. Jika krisis ini nyata, mengapa sektor legislatif tidak ikut merasakan dampaknya?

 

Siapa yang Sebenarnya Menanggung Beban?

 

Jika Aceh Timur memang mengalami krisis keuangan, seharusnya semua sektor terkena dampaknya secara merata. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. ASN dan aparatur desa harus menerima konsekuensi, sementara anggaran untuk DPRK tetap stabil.

 

Ketimpangan ini menimbulkan pertanyaan: apakah defisit anggaran benar terjadi atau hanya alasan untuk menutupi kebijakan yang tidak berpihak pada kelompok tertentu?

 

Wakil Rakyat yang Tak Tersentuh Krisis

 

Di tengah situasi ini, banyak pihak mempertanyakan sikap DPRK Aceh Timur. Mengapa mereka tidak terdampak oleh krisis yang diklaim terjadi? Tidak ada pemotongan atau penundaan signifikan terhadap anggaran mereka, sementara ASN dan aparatur desa harus berjuang menghadapi ketidakpastian keuangan.

 

Dalam perbincangan masyarakat, muncul istilah “Tumpoek Hanjeut Peu Kureung dan Hanjeut Tunda-tunda”, yang mencerminkan bagaimana kepentingan legislatif tetap terjaga tanpa kompromi, sementara kelompok lain harus menanggung akibat dari kebijakan fiskal yang dianggap tidak adil.

 

Pentingnya Transparansi dalam Pengelolaan Anggaran

 

Sebagai pemerhati kebijakan publik, saya menilai bahwa transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah harus menjadi prioritas. Pemerintah daerah—baik eksekutif maupun legislatif—wajib menjelaskan kepada masyarakat bagaimana Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) dikelola dan sektor mana yang mendapat prioritas utama.

 

Tanpa keterbukaan, wajar jika muncul kecurigaan terhadap ketimpangan anggaran. Jika memang ada krisis, pemerintah harus memberikan solusi konkret dan adil bagi semua pihak, bukan hanya menimpakan beban kepada ASN dan aparatur Desa.

 

Benarkah Aceh Timur mengalami krisis keuangan? Jika iya, mengapa alokasi anggaran tidak merata? Jika tidak, mengapa hak ASN dan aparatur desa menjadi korban utama?

 

Pertanyaan ini membutuhkan jawaban yang jelas dari para pemangku kebijakan. Tanpa transparansi dan keadilan dalam pengelolaan anggaran, kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah akan terus terkikis.

 

Sumber : Hawalies Abwar_ (Pemerhati Kebijakan Publik)

 

Pewarta : Rasyidin

Pos terkait