Pembangunan atau Perampasan? LBH Arya Mandalika Tuding Lili Ghazali Menyesatkan Publik

banner 468x60

KOMPAS86.COM |KARAWANG| Kamis, (24/04/25) Kami dari LBH Arya Mandalika menilai pernyataan Direktur Ghazali Center, Lili Gozali, sebagai upaya membelokkan isu substantif dalam polemik tambang PT Mas Putih Beliung (MPB) di Karawang Selatan. Pernyataan tersebut bukan hanya menyederhanakan masalah, tapi juga berpotensi menutupi praktik-praktik pelanggaran hukum dan perampasan ruang hidup masyarakat.

 

Menyebut kritik masyarakat sebagai narasi politis adalah bentuk delegitimasi terhadap suara publik yang sah. Justru, publik berhak curiga ketika sebuah proyek tambang dipaksakan tanpa keterbukaan, tanpa kajian dampak lingkungan yang independen, dan tanpa persetujuan warga yang terdampak langsung.

 

Dalih pembangunan dan kebutuhan populasi tidak bisa dijadikan tameng untuk melegitimasi kerusakan lingkungan dan pengabaian terhadap hak-hak masyarakat adat maupun petani lokal. Kami tegaskan: tambang bukan solusi atas krisis perumahan atau lapangan kerja. Yang terjadi justru eksploitasi alam dan modal yang menguntungkan segelintir elite.

 

LBH Arya Mandalika mendesak agar pemerintah daerah menghentikan segala bentuk proses perizinan yang cacat prosedur, dan memprioritaskan keselamatan ekologis serta hak-hak warga atas tanah, air, dan udara bersih. Jangan bungkam kritik dengan narasi harmoni semu—karena keadilan sosial dan ekologis tidak bisa dinegosiasikan.

 

Hendra Supriatna menegaskan bahwa,’Pernyataan Lili Gozali dari Ghazali Center yang meminta masyarakat tidak terjebak pada narasi politis dan menyarankan melihat persoalan secara “utuh”, justru berpotensi menyederhanakan persoalan serius terkait perizinan tambang PT Mas Putih Beliung (MPB) di Karawang Selatan.”ujarnya.

 

Lanjut Ia, Pertama, narasi yang menyamakan pembangunan dengan eksploitasi sumber daya alam seperti tambang, tanpa memperhatikan dampak ekologis dan sosial, adalah bentuk generalisasi yang menyesatkan. Pembangunan sejati seharusnya berkelanjutan dan mengedepankan prinsip keadilan ekologis, bukan sekadar memenuhi kebutuhan jangka pendek yang mengorbankan masa depan lingkungan dan masyarakat lokal.

 

Kedua, membingkai kritik terhadap tambang sebagai bentuk gesekan antara kelompok “pro teknologi” versus “pecinta lingkungan” adalah reduktif. Banyak aktivis lingkungan justru memiliki pendekatan ilmiah dan berbasis data terhadap dampak tambang, sementara praktik tambang yang tidak transparan justru kerap menghindari kajian akademis yang objektif.

 

Ketiga, meningkatnya populasi memang menuntut adaptasi pembangunan, namun ini tidak boleh dijadikan justifikasi untuk memberikan karpet merah bagi korporasi tambang yang merusak lingkungan, merampas ruang hidup warga, dan merusak sumber air bersih. Solusi atas lonjakan kebutuhan hidup masyarakat seharusnya bersifat inklusif, melibatkan masyarakat, dan mempertimbangkan aspek sosial-lingkungan secara menyeluruh.

 

Masyarakat berhak bersuara dan mengkritisi kebijakan tambang yang tidak adil, terlebih jika ada indikasi pelanggaran prosedur perizinan atau kerusakan lingkungan yang nyata. Menyebut hal itu sebagai “narasi politis” adalah bentuk pengerdilan atas partisipasi publik dalam menjaga hak-hak dasarnya.

Maka Untuk menghimbau kepada Masyarakat Karawang jangan terkecoh dengan pernyataan Lili Gojali Center menyesatkan publik hal ini yang harus dilakukan oleh kita tetap konsisten untuk memperjuangkan hak warga Karawang selatan untuk segera mencabut tambang ilegal serta mencabut ijin akses jalan PT juisin serta mencabut izin PT Mas Putih Belitung yang akan berdampak bencana alam di wilayah Karawang mengakibatkan satwa endemik dan bocornya paru paru Karawang.***

Pos terkait