Kuningan,kompas86.com
Kasus pedofilia terhadap lima pelajar berinisial RM.16 tahun.kelas IX,inisial FH.16 tahun kelas VIII,inisial RN.16 tahun.kelas IX,inisial FI.16 tahun.kelas IX,dan inisial RA.16 tahun.kelas IX,siswa adalah lima siswa dari salah satu SMPN di kecamatan Darma.Dan Kasusnya sudah pernah bermuara di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) polres Kuningan Jawabat.
Patut diduga kasus tersebut tidak ditindaklanjuti dengan proses hukum melainkan kasus sudah selesai dengan menempuh mediasi perdamaian dengan pihak – pihak korban.
Berdasarkan hasil pengayaan informasi dari pihak korban dan keluarga korban,juga dari pihak pemerintah desa karanganyar yang pernah mendampingi pihak korban saat kasus pedofilia ini di polisikan.
Dijumpai salah satu korban inisial RM,Senin 15/7/2024 kepada awak media di kediamannya di desa Karanganyar,menerangkan,
Dalam keterangan RM, menyimpulkan bahwa kasus sudah selesai,dengan semua korban sudah menandatangani surat penyelesaian.
“benar dirinya dan empat temanya adalah korban dari pedofilia /pencabulan terhadap anak di bawah umur,
pelakunya adalah inisial MB warga Windusari kecamatan nusaherang,
RM pernah di panggil kekantor polres Kuningan untuk memberikan keterangan identitas pelaku dan bagaimana kejadiannya,” katanya
dikesempatan yang sama,ibu korban (RM.red) memberikan keterangan terkait kejadian yang sudah dialami RM.
Ibu RM meminta agar kasus itu tidak di permasalahkan lagi karena menurutnya kasus itu sudah selesai.
“benar,RM sudah menjadi korban pedofilia, pencabulan terhadap anak di bawah umur,
kejadian ini sudah sangat membuat keluarga malu,dan sangat kasihan kepada anaknya (RM.red),
ia tidak banyak tahu dalam masalah itu dan tidak banyak tanya – tanya,karena ia tidak turut mendampingi RM waktu di kantor polisi,dan masalah ini sudah selesai,
ayah RM yang ikut ke kantor polisi,terkait uang kompensasi sebesar 10 juta dari pihak pelaku,ia tidak tahu,karena kalau pihaknya menerima uang pasti anaknya punya uang sekarang ini,
silahkan saja tanyakan pada ayahnya RM,tapi saat ini ayah RM tidak ada di sini karena sedang kerja di Kawali,”terangnya
Ditempat terpisah ayah RM melalui sambungan telpon WhatsApp memberikan keterangan,
“kalau ingin bertanya masalah kejadian itu silahkan saja menanyakan kepada pihak lurah dan kepala desa karang anyar, karena mereka yang tahu semuanya,pihaknya tidak dapat memberikan informasi,silahkan tanya sana.”tegasnya
Guna pengayaan informasi awak media pun berhasil mendapatkan keterangan dari pihak kepala desa Karang anyar dan kepala dusun (lurah) pahing.Rabu 17/7/2024 di kantor desa karang anyar.
pihak kepala desa karang anyar dan kepala dusun/ lurah pahing telah membenarkan telah melakukan pendampingan kepada empat warganya yang menjadi korban kasus pedofilia pencabulan terhadap anak dibawah umur pelajaran SMP,saat pemanggilan para korban di kantor polres Kuningan.
melalui sudiardi selaku kades Karang anyar, Pendampingan terhadap warga sudah menjadi kewajiban pemerintah desa,dalam melindungi dan mengayomi masyarakat yang sedang mengalami masalah.
“saat itu ia ditemani juga oleh Agus selaku kepala dusun pahing mendampingi para korban dan keluarganya,
berbarengan juga dengan pihak kepala desa parung yang sedang mendampingi salah satu warganya yang menjadi korban kasus yang sama,
dalam pendampingan tersebut,sebenarnya, kami hanya mengambil opsi saja,karena sudah menjadi kewajiban,sebagai pemerintah desa dalam melindungi dan mengayomi masyarakat, dengan melakukan pendampingan kepada warganya yang sedang mengalami masalah,dan itu adalah inisiatifnya sendiri,” ujarnya
Disinggung terkait informasi kasus tersebut sudah selesai melalui mediasi perdamaian, dengan uang kompensasi 10 juta dari pihak pelaku,kepada masing – masing korban,
dan pihak pemdes diduga sudah melakukan pemotongan terhadap uang kompensasi sebesar 500 ribu pada setiap korban.
“informasi itu tidak benar,pihaknya tidak pernah melakukan pemotongan sebesar 500 ribu uang kompensasi korban,
uang sebesar 2 juta yang pernah diterimanya adalah pemberian yang sifatnya sukarela dari para keluarga korban,
sebagai uang pengganti biaya operasional dan untuk bayar sewa rental mobil,saat mendampingi pihak korban dan keluarganya,”tegasnya
hal senada pun di sampaikan Agus selaku kepala dusun pahing terkait uang 2 juta yang diberikan oleh keluarga korban kepada pihak pemerintah desa.
“ia mengetahui uang 2 juta dari para keluarga korban itu,adalah hasil kolektif dari pihak keluarga korban dengan masing – masing korban memberikan 500 ribu,uang tersebut di kumpulkan oleh keluarga korban,
dan uangnya di berikan kepada kami untuk mengganti biaya operasional saat mengurusi maslah korban,
bukan kami yang meminta atau memotong dari uang kompensasi mereka,
tapi pihak keluarga korban yang memberikan dengan sukarela,uangnya pun sudah dibayarkan untuk sewa rental mobil yang di pakai untuk mengantar mereka,
memang pihaknya waktu itu sempat kebagian juga sebesar 300 ribu untuk pengganti rokok,”menurutnya
masih Agus,pihaknya mengetahui masalah tersebut itu selesai melalui mediasi perdamaian antar kedua belah pihak,
namun pada proses mediasi perdamaian pihaknya dan kepala desa karang anyar tidak terlibat,
karena itu bukan ranahnya,dan itu adalah urusan pihak keluarga korban dan pelaku,
ia hanya mendampingi pihak korban dalam proses mediasi perdamaian,
dalam proses mediasi perdamaian memang telah melibatkan banyak pihak,
dalam proses mediasi perdamaian sudah berkali – kali melakukan pertemuan di beberapa tempat dengan pihak keluarga korban,
sampai pada pertemuan yang terakhir di rumah makan cimuncang,akhirnya pihak korban mau menerima perdamaian,dan pada pertemuan saat itu turut hadir aparat polisi dari polres Kuningan,
masing masing korban mendapatkan uang kompensasi 10 juta dari pihak pelaku, dan uang tersebut pun di bagikan kepada para korban di rumah kepala desa.”paparnya
Dijumpai AKP.Sutarja Fahrudin.S.Pd,M.Pd. selaku Kapolsek Darma kepada awak media Jumat 19 juli 2024 dikantornya,menyatakan,terkait penanganan kasus Pedofilia asusila pencabulan terhadap anak di bawah umur terhadap lima pelajar SMPN di kecamatan Darma adalah penanganan pihak PPA polres Kuningan,karena unit PPA itu ada di polres.”tegasnya
Kasus Kekerasan Seksual terhadap anak tidak bisa dilakukan pendekatan Restorative Justice (RJ). Adapun alasan Restorative Justice (RJ) tidak dapat di gunakan dalam Perkara Kekerasan Seksual,dengan adanya perkara tersebut, maka sudah seharusnya Pihak Pelaku di pidana sesuai dengan yang telah di tentukan berdasarkan Undang-Undang, sebagaimana berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1041K/Pid.Sus/2020 yang menyatakan bahwa pelaku di pidana penjara dan biaya perkara di bebankan kepada pelaku.
Berdasarkan Pasal 1 angka (2) menerangkan bahwa anak berhak mendapatkan perlindungan dari segala kegiatan untuk menjamin agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal yang menjelaskan tentang Kekerasan seksual terhadap anak di atur dalam Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 yang menyatakan:
“setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul”
Ancaman Pidana terhadap orang yang melakukan kekerasan persetubuhan terhadap anak di pidana berdasarkan pasal 81 Undang-Undang Perlindungan anak Nomor 35 tahun 2014 yang menyatakan bahwa “pelaku pencabulan anak di bawah umur akan dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama adalah 15 (limabelas) tahun serta denda paling banyak Rp5.000.000.000,- (lima milyar rupiah).
Selain ancaman pidana berdasarkan Pasal 81 UU 35/2014, Adapun Hukuman atas perbuatan tersebut di atur dalam Pasal 82 Perpu nomor 1 tahun 2016, sebagai berikut:
1.Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E UU No.35 tahun 2014 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,- (lima milyar rupiah);
2.Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pad aayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga pendidik, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1;
Berdasarkan Pasal 81 ayat (5) Perpu Nomor 1 tahun 2016 yang berbunyi:
“dalam hal tindak pidana pemerkosaan anak di bawah umur menimbulkan korban lebih dari 1 orang, mengakibatkan luka berat, gangguang jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun”
Terhadap pelaku juga dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik serta diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan. Hal ini di atur dalam pasal 81 ayat (7) Perpu 1/2016.
Selain di dalam Pasal 76E UU nomor 35 tahun 2014, jerat hukum terhadap pelaku cabul juga di atur berdasarkan Pasal 289 KUHP menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
Berdasarkan pasal 287 KUHP menjelaskan sebagai berikut:
“Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum 15 tahun, atau kalau umurya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun”
Berdasarkan Pasal 419 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2023 menyatakan bahwa “setiap orang yang menghubungkan atau memudahkan orang lain berbuat cabul atau bersetubuh dengan orang yang diketahui atau patut di duga anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
#(Red)#