Ketum Forwabi Mengecam Perusahaan Tidak Tertib Administrasi Merugikan Pada Pemerintah Setempat

Pencemaran lingkungan hidup, membuang limbah produksi ke sungai
banner 468x60
Pencemaran lingkungan hidup, buang limbah produksi ke sungai

KUNINGAN, Kompas86.com –  Pemerintah melalui Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal telah mereformasi sistem perizinan berusaha agar lebih mudah guna mempercepat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Untuk itu para pelaku usaha diingatkan agar mengantongi izin usaha terlebih dahulu bila ingin memulai usahanya. Pasalnya, ancaman pidana dapat terancam apabila ada perusahaan yang telah beroperasi tanpa memiliki izin lengkap yang diterbitkan instansi terkait.

Dewan Pimpinan Cabang (DPC) LPK RI bersama Tim Reaksi Cepat Sahabat Bhayangkara Indonesia (SBI) Kabupaten Kuningan menerima informasi dari masyarakat Desa Randusari bahwa adanya sebuah kegiatan usaha di tengah pemukiman penduduk yang telah beroperasi cukup lama namun diduga membuang limbah produksi ke sungai atau media lingkungan hidup secara langsung. Laporan diterima pada Kamis (22/6/2023).

Ketua DPC LPK-RI Kabupaten Kuningan Dadan mengatakan berawal dari informasi masyarakat terkait industri rumahan/ kegiatan usaha yang diduga membuang limbahnya ke sungai.

“Menurut narasumber kami, upaya tersebut belum ada izin, agar DPC LPK RI bersama Tim SBI melakukan investigasi dan konfirmasi langsung pada pelaku usaha untuk mendapatkan penjelasan,” kata Dadan.

Di lapangan Dadan bersama tim menemukan lokasi usaha memang berada di pemukiman penduduk, dengan akses jalan yang hanya bisa dilalui oleh roda dua dan pejalan kaki. Ditambah pepohonan rimbun di halaman depan membuat sulit untuk dapat melihat secara jelas bahkan tidak terlihat papan nama perusahaan yang memuat izin informasi yang telah diperoleh.

Tak tampak juga Nomor Induk Berusaha (NIB), Izin Lokasi, Izin Lingkungan, NPWP badan usaha, maupun nomor telepon yang dapat dihubungi, seolah-olah tidak diketahui adanya kegiatan usaha di dalam rumah bertingkat tersebut.

“Saat kami berhasil masuk, tim mencoba mencari pemilik tempat usaha namun pegawai disana mengatakan bahwa si bos pergi antar istrinya yang sedang sakit,” ungkap Dadan.

Saat diketahui pekerja disana, diketahui bahwa pemilik tempat usaha tersebut bernama Warli. pekerja terbanyak adalah orang dari luar daerah Kabupaten Kuningan, tepatnya berasal dari Kabupaten Pemalang Jawa Tengah.

“Pegawai mengaku itu merupakan tempat memproduksi tapal gigi dan atau gigi tiruan (gigi palsu), hasil produksi per hari menurutnya bisa mencapai 50 set dengan 8 orang pekerja yang melakukan kegiatan mengolah bahan baku merupakan campuran bahan kimia,” katanya.

“Sebelumnya mereka beroperasi di Jakarta Pusat, dan saat pandemi Covid-19 mewabah tinggi, pemilik usaha memutuskan pindah ke Kabupaten Kuningan dan telah beroperasi selama kurang dari 2 tahun,” ujarnya sambil mendokumentasikan kegiatan produksi.

Kemudian, seorang pekerja wanita yang mencoba menghubungi sosok yang disebut sebagai orang kepercayaan dari pemilik usaha, bernama Dani untuk datang agar dapat dikonfirmasi karena pekerja lain tampaknya segan untuk menjawab pertanyaan dari tim LPK RI bersama SBI.

Setibanya Dani, tim lalu melakukan konfirmasi mengenai izin usaha. Ia pun menyampaikan untuk perizinan masih dalam proses, dan bukti dokumennya sedang dalam proses dipegang langsung oleh bos (Warli-red).

“Jadi saya tidak pernah melihat perizinan dokumen. Saya hanya diamanatkan untuk mengelola pemesanan dan kegiatan para pekerja,” ucap Dani.

Namun yang mengejutkan, saat disinggung mengenai dan pembuangan limbah Dani menjelaskan, dari proses produksi ada 2 jenis limbah.

“Pertama yaitu limbah padat, biasanya kita tabur saja di tanah milik bos yang lokasinya dekat dari sini, dan kedua itu ada limbah cair, pembuangannya melalui saluran pipa, sambungan pipa itu sampai ke sungai,” jelas Dani seolah tidak ada masalah terkait pembuangan limbah produksinya ke sungai.

Tak hanya itu, Dani yang mengaku sudah lama bekerja dan dipercaya sejak dari kegiatan produksi di Jakarta nampaknya lupa nama dari perusahaan tempatnya bekerja bahkan ia tidak memiliki nomor kontak handphone dari bos perusahaan tersebut.

“Nama usaha saya lupa, sebentar diingat-ingat dulu, CV. Ababil kayaknya, nah kalau untuk nomor kontak handphone bos Warli saya juga nggak punya karena sudah ganti nomor baru,” terangnya tersirat adanya yang ditutup.

Perlu diketahui, harga jual untuk harga 1 set gigi palsu berkisar antara Rp1 Juta hingga Rp4 Juta, Dani tidak menampik informasi tersebut.

Dadan menuturkan pendapat saya sangat jelas dan konkret bahwa pemerintah melalui perangkatnya sudah memberikan regulasi sebagai sandaran hukum bagi para pelaku usaha. Karenanya pengusaha harus tunduk pada regulasi yang ada.

“Artinya, izin usaha tersebut sebagai kewajiban, maka pemilik usaha harusnya menghadirkan izin tersebut sebelum upaya berjalan,” katanya.

“Sebab jika ketentuan tentang izin usaha dimaksud tidak dijalankan, maka ada sanksi pidana yang dikenakan kepada pemilik usaha, merujuk Pasal 60 dan Pasal 104 UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” jelasnya.

Pasal itu berbunyi, “Setiap orang yang melakukan pembuangan limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebgaimana dimaksud dalam pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”.

“Dan kami telah mempersiapkan laporan resmi agar ada tindakan hukum,” pungkasnya.

(Redaksi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *