Ketua DPC PRABU NTB Angkat Bicara Soal Pamflet Aksi “Jaga Kritik Agar Tetap dalam Koridor Hukum”

banner 468x60

Lombok Tengah,NTB

KOMPAS86.COMKetua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Pelopor Rakyat Bersatu (PRABU) NTB, H. Satria Utama dari Desa Puyung, Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah, akhirnya angkat bicara menanggapi beredarnya pamflet yang menjadi perbincangan Netizen terkait ajakan aksi unjuk rasa yang menyebut Bupati dan Wakil Bupati Lombok Tengah sebagai “tersangka” serta menampilkan gambar mereka di balik jeruji.

Menurut H. Satria, isi pamflet tersebut bisa berpotensi menimbulkan persoalan hukum, terutama terkait pencemaran nama baik atau fitnah, tergantung bagaimana aparat penegak hukum menilainya.

“Ada beberapa unsur yang perlu jadi perhatian bersama. Pertama, penggunaan istilah ‘tersangka’ adalah istilah hukum resmi yang hanya boleh digunakan setelah ada penetapan dari aparat hukum. Bila belum ada status resmi, penggunaan kata itu bisa dianggap sebagai fitnah atau pencemaran nama baik, sesuai Pasal 310–311 KUHP,” tegasnya.

Selain itu, ia juga menyoroti visualisasi yang menunjukkan foto pejabat di balik jeruji penjara. “Itu bisa memperkuat kesan bahwa mereka sudah bersalah, padahal secara hukum belum tentu demikian. Ini bisa menyesatkan opini publik,” lanjutnya.

Meski menyadari bahwa aksi unjuk rasa adalah hak setiap warga negara yang dijamin undang-undang, ia mengingatkan bahwa ekspresi publik juga harus tetap berada dalam koridor hukum, terutama jika menyangkut nama baik pejabat negara.

Tak hanya itu, H. Satria juga mengingatkan bahwa bila pamflet tersebut disebarkan secara digital, maka bisa pula bersinggungan dengan UU ITE, khususnya Pasal 27 ayat (3) tentang penghinaan atau pencemaran nama baik di dunia maya.

Namun demikian, ia juga memberi pandangan berimbang bahwa jika pamflet itu hanya dimaksudkan sebagai bentuk kritik terhadap kebijakan publik dan tidak ditujukan sebagai serangan personal, maka hal tersebut bisa saja dianggap sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi.

“Mahkamah Konstitusi pun menegaskan bahwa kritik terhadap pejabat publik itu boleh, asalkan tidak memalsukan fakta atau menyebar tuduhan tanpa dasar,” tambahnya.

Di akhir keterangannya, Ketua DPC PRABU NTB ini mengimbau seluruh elemen masyarakat untuk tetap menjaga semangat kritis, namun bijak dalam menyampaikan aspirasi. Ia berharap segala bentuk protes dapat dilakukan secara elegan, santun, dan tetap sesuai hukum yang berlaku.

 

Jurnalis/: STIG

Pos terkait