MAROS (SULAWESI SELATAN) Kompas86.Com – Belakangan ini kasus kekerasan tehadap anak sering terjadi baik berupa fisik, seksual, penganiayaan emosional, maupun pengabaian terhadap anak. Sebagian besar terjadi kekerasan terhadap anak di rumah anak itu sendiri dengan jumlah yang lebih kecil terjadi di sekolah, di lingkungan maupun organisasi tempat anak berinteraksi.
Berawal dari sebuah status di Facebook, selasa, 22/08/2023 salah satu anggota group yaitu Info Kejadian Maros membuat postingan tentang perundungan di sekolah dasar dilakukan oleh seorang guru.
Dari status tersebut, Wartawan Redaksi Kompas86.Com media IMN GROUP melakukan penelusuran. Dengan hati yang penuh rasa penasaran mencari jejak peristiwa tersebut.
Ch(33) merupakan pelapor, kejadian itu adalah kejadian yang di lakukan oleh salah satu guru yang ada di UPTD SDN 68 KASSIJALA.
UPTD SDN 68 KASSIJALA adalah salah satu satuan pendidikan dengan jenjang SD di Tunikamaseang, Kec. Maros Utara / Bontoa, Kab. Maros, Sulawesi Selatan. UPTD SDN 68 KASSIJALA adalah salah satu naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
UPTD SDN 68 KASSIJALA beralamat di dusun Kassijala, desaTunikamaseang, kec. Maros Utara / Bontoa, kab. Maros, Sulawesi-Selatan, dengan kode pos 90554.
Rabu, 23 Agustus 2023. Kami bertemu Kepala UPTD sekolah tersebut, bapak Saiful namanya. Singkat, padat dan jelas,
Wartawan menyampaikan maksud kedatangan yaitu mencari informasi tentang kasus kekerasan/perundungan/pemukulan tersebut.
Dengan langkah kaki yang tak berirama Ketua komite ( H. Sila) dan Kepala Desa Tunikamaseang ( Amirullah, S,sos) datang, kemudian wartawan langsung menyampaikan maksud dan tujuannya.
bapak Saiful menjelaskan,bahwa “kejadian seperti itu tak pernah terjadi di lingkungan sekolah kami, baik kesalahan kecil maupun besar pasti akan ada laporannya kepada saya. Selama saya memimpin sekolah ini, tidak ada laporan orang tua siswa terkait kekerasan.”(tuturnya dengan senyum). Ungkapan itu pun dibetulkan oleh ketua komite dan kepala Desa yang berada di samping bapak Saiful.
Meskipun ia terlihat semringan dan menyuguhkan senyum di wajahnya, namun tetap nampak beban kesusahan pada raut wajahnya.
Kepala sekolah terus berusaha meyakinkan kepada wartawan bahwa tidak ada kasus seperti itu.
Kami melangkahkan kaki keluar dengan rasa kecewa tetapi tetap dalam rasa penasaran.
Kejauhan terlihat Laki-laki duduk sambil memegang permen di tangannya sambil melihat ke arah Wartawan,.
AKB(9) salah satu siswa yang ada disekolah tersebut menjelaskan kejadian itu, bahwa “temannya bernama Alif merusak botol kecil dan pak Rusdi melihat kemudian marah sambil membawah Alif ke dalam ruangan kemudian memukul dan menendang sampai Alif terlempar jauh”.ungkapannya.
Na(45) yang tak ingin di ketahui identitasnya merupakan salah satu guru di SD tersebut membenarkan kejadian tersebut terjadi pada bulan juni dan guru tersebut merupakan guru Honorer yang bernama Rusdi.
Dengan rasa penasaran mencari informasi tentang Alif, di sekitar area sekolah. Alif merupakan anak dari bapak Rahmat dan ibu Sunni yang rumahnya tak jauh dari sekolah.
Kejadian pemukulan terhadap Alif merupakan kejadian paling parah dan sebenarnya sudah lama berlalu. Namun, pak Rusdi sering mengulangi kekerasan tersebut kepada anak yang lain. Bukan hanya Alif, Wahyu dan Ashraf pun jadi korban pemukulan. Setiap pak Rusdi ingin memukul, beliau menututup pintu ruangan kelas agar tidak ada yang melihat.” ungkapannya.
Alif merupakan siswa kelas 4 di SD tersebut, insiden yang terjadi tidak pernah di ketahui oleh orang tua korban, karena oknum guru tersebut memberikan tekanan terhadap korban.
Sungguh di sayangkan sikap Kepala Sekolah, Kepala Desa maupun guru yang turut menyembunyikan kejadian tersebut. Padahal mereka sudah mengetahui kejadian itu pada bulan Juni. Selain menjabat sebagai kepala kekolah beliau adalah Salah satu guru terbaik di kabupaten Maros dan merupakan guru penggerak ,mantan Atlet takraw Sul-sel dan saat ini sebagai pelatih takraw di kabupaten Maros.
Sebagai seorang Atlet jiwa membela negara sangat besar tetapi sungguh disayangkan, kesalahan besar beliau sembunyikan, murid yang seharusnya beliau jaga dan di lindungi namun mendapatkan pelakuan buruk di bawah naungannya.
Ia mampu membela negara dengan penuh semangat, namun anak yang di titipkan oleh orang tua kesekolah di bawah naungannya, beliau tak mampu menjaganya bahkan ia menutup mulut dan telinganya, dan membiarkan begitu saja pelakunya berkeliaran, sehingga pelaku tidak ada efek jera dan terus melakukan aksinya terhadap anak yang lain.
Kita telah mengetahui bahwa, hukum itu tidak mengenal anak, cucu, dan sanak famili. Jika hal yang salah saja dibiarkan, hukum tidak di tegakkan, memunculkan masalah fisik maupun psikologis pada Si anak di kemudian hari. Secara psikis, anak yang menjadi korban kekerasan dapat mengalami masalah kejiwaan seperti : gangguan stres pasca trauma, depresi, cemas, dan psikotik.
Senin, 28 agustus 2023. Dengan jarak yang tak terlalu jauh dari pagar, kami mendatangi wanita yang berdaster sambil menunggu anaknya.
Tak lupa kami mencari informasi tentang kepala sekolah bapak Saiful, S.Pd.
Dengan nada yang sama, tak ingin di ketahui identitasnya. Ibu tersebut menuturkan bahwa “semenjak beliau menjabat kepala sekolah, kami jarang melihat kepala sekolah berada di sekolah. Bahkan kejadian yang ada di dalam sekolah banyak pak Saiful yang tidak diketahui. Mulai dari guru tak disiplin, merokok didalam kelas (Menurut anaknya). Selain itu, adanya beberapa pungli yang dilakukan oleh kepala sekolah. Seperti jual rumpi, baju batik, bayar ijazah, bahkan membayar uang rekreasi”. ungkapnya.
alw (9) Merupakan teman kelas Alif, wanita cantik ini adalah saksi melihat langsung kejadian. “Menurut anak itu, Alif di kandetto kepalanya, lalu di tendang dan banyak temanku lihatki om”. Dengan polosnya anak kelas 4 SD tersebut.
Selasa, 29 Agustus 2023. Saat dikonfirmasi melalui via WhatsApp maupun telepon, Pelapor CH (33) Merupakan saudara dari Na(45) yang tak ingin disebut namanya mengungkapkan bahwa ” Tekanan kepala sekolah, semua guru merasa takut bersaksi, ancaman dari kepala sekolah karena takut sekolahnya viral. Setiap guru yang ingin berbicara baik ke media ataupun siapa harus lewat kepala sekolah.” Ujarnya. Sambil menirukan ucapan kakaknya.
“Selanjutnya, pada bulan Juni, Kakak saya pernah menyampaikan kepada Bapak kepala sekolah tentang persoalan Alif tetapi beliau hanya melakukan rapat tanpa menegur guru tersebut. Kejadian itu terus berulang kepada Murid yang lain. kakak saya seorang guru hanya bisa diam karena kami tak tau kemana kami harus mengadu dan meminta pertolongan, karena Bapak kepala sekolah saja tidak bersikap tegas terhadap guru tersebut. Dengan munculnya kasus ini, kami sebagai saksi mendapatkan ancaman oleh Bapak kepala sekolah, ketua komite maupun kepala desa. Bahkan kakak saya menyampaikan kesaya, dia mendapatkan ancaman akan di pukul oleh kepala desa jika dia yang menyampaikan ke media persoalan ini.” Tuturnya. Kepala desa berkata, seandainya kamu bukan perempuan saya sudah memukul kamu dan akan Mutasi Kamu dari sini.” Sambil menirukan ucapan kepala desa.
Bukan hanya diancam akan di pukul, tetapi guru tersebut yang menjual mainan di sekitar sekolah pun di tutup oleh kepala desa, karena dianggap guru tersebut yang melaporkan kejadian ini kepada media, padahal kenyataannya bukan dia yang melapor. Padahal dia hanya di minta saksi.
“Kenapa kakak saya menjual, dia adalah tulang punggun keluarga, Orang tua saya sudah tua. Sedangkan saya, semenjak saya resain dari tempat kerja saya di Makassar. Saya tidak kerja lagi, dan saya heran kakak saya sering pindah-pindah sekolah, waktu masih mengajar di Simbang tidak ada potongan gaji, tapi saat dia pintah di sana. Banyak potongan, dia guru Sertifikasi dan setiap dia terimah uang sertifikasi, dia di minta bayar Rp. 300.000 oleh kepala sekolah dan katanya untuk pengawas tapi secara tunai. Ini terus di lakukan selama dia di sana.”ungkapnya
Selanjutnya, “Sebagai Kepala sekolah semestinya dia membela Guru karena dia adalah pemimpin yang ada di sekolah”.
Saya heran terhadap kepala desa Tunikamaseang Amirullah, S.Sos. Warganya yang di pukul, bukannya membantu menyelesaikannya malahan ia membantu kepala sekolah menutupi perlakuan kekerasan yang ada di sekolah tersebut, bahkan kepala desa membantu menututupi persoalan ini tidak sampai ke masyarakat, sehingga pelakuan kekerasan terus berlanjut karena dilakukan pembiaran. Ada apa dengan kepala desa?.
Seharusnya sebelum mereka melakukan tindakan, harus mencari kebenarannya. Pada hari Kamis, 24 Agustus 2023, Semua guru rapat Komite membahas kekerasan yang terjadi di sekolah, dalam rapat barulah kepala sekolah menghimbau untuk tidak lagi terjadi kekerasan fisik antara guru dan siswa. Berarti secara langsung di akui bahwa itu pernah terjadi.
Persoalan ini perlu diperhatikan walaupun nantinya selesai dengan sepakat orang tua siswa dan pelaku.
“Banyaknya persoalan yang saya ketahui, dimana saudara saya selalu curhat. Dimana keadilan dikabupaten maros. melapor dia takut. dari situlah saya berani meminta tolong di Facebook. Group Info kejadian Maros.”
Komisi Perlindungan Anak, PPA Maros, LSM/ORMAS, PPA Polres Maros, Dinas Pendidikan dan Pemerintah Daerah Kabupaten Maros maupun Pemerintah Pusat.
Perlu memanggil Kepala UPTD SDN 68 KASSIJALA tentang tanggung jawab dan lemahnya perlindungan terhadap siswa siswi,dan adanya pembiaran yang dilakukan tanpa tindakan terhadap tersangka pemukulan.
Selain kasus kekerasan, banyaknya perkara yang dapat di ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang. Perlu di pertanyakan kemana uang Rp.300.000 ?.
Ketika seseorang melakukan mediasi pandemi tak akan hilang, trauma dan mental yang dirasakan anak tak mungkin hilang di bawa angin. Efek jera terhadap pelaku perlu di lakukan.
Pandemi itu adalah kekerasan. Jika kasus ini viral di media sosial, tentunya kami berharap agar ditangani dengan serius.
“Tidak ada artinya transformasi pendidikan dengan meningkatkan mutu guru hingga perubahan kurikulum jika anak-anak tidak merasa aman di lingkungan satuan pendidikan.”
”Salah satu syarat pembelajaran adalah rasa aman dan nyaman. Tanpa ini, tidak ada belajar berkualitas. Jadi, kalau kita tidak mampu menyelesaikan masalah kekerasan, maka kita tidak tidak bisa menyelesaikan masalah ketertinggalan literasi dan numerasi. Penyelesaian ini pun harus dilakukan bersama-sama.”
Pelaku kekerasan terhadap anak dapat dijerat pasal 80 (1) jo. Pasal 76 c UU 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak dengan ancaman pidana penjara paling lama tiga tahun enam bulan dan atau denda paling banyak 72 juta rupiah.
Pasal 76 c UU No. 35 Tahun 2014
“Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.”
Pengawasan terhadap anak perlu di tingkatkan, karena pandemi selalu jadi bayangan setiap anak. Selain itu, setiap saksi yang melaporkan kasus kekerasan perlu adanya jaminan perlindungan agar mereka merasa aman. (Irwandi)#