Kabiddikbud Kota Bukittinggi : Terdapat 46 Jenis Cagar Budaya di Kota Bukittinggi

banner 468x60

BUKITTINGGI, KOMPAS86.com
Peraturan Pemerintah diharapkan bisa segera berdampak pada upaya pengelolaan cagar budaya, sekaligus menjadi momentum untuk menegaskan bahwa kepedulian dan keterlibatan seluruh pihak menjadi sangat penting dalam upaya pelestarian cagar budaya.

Hal ini diungkapkan oleh Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan Kebudayaan  Kota Bukittinggi Bukittinggi, Heru Trianstanawa, usai menghadiri rapat tertutup di gedung DPRD  Kota Bukittinggi, Rabu (3/7/2024).

Heru Trianstanawa menjelaskan bahwa terdapat sebanyak 46 jenis cagar budaya di Kota Bukittinggi, yang meliputi bangunan bersejarah, benda-benda, monumen, dan lainnya. Pengelolaan cagar budaya ini dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat setempat

Seperti bangunan gedung SMPN 4 dan SMAN 2 yang pengelolaannya dibebankan melalui dana sekolah. Tugu Manggopoh dan Tugu Denzibang, misalnya, berada di lahan Kodim 0304/Agam dan perawatannya dilakukan oleh pihak setempat,” kata Heru.

Ia juga menambahkan bahwa benda-benda cagar budaya dilakukan konservasi setiap enam bulan oleh tim dari cagar budaya Kota hingga Provinsi, termasuk penelitian dan peninjauan untuk pemugaran benda-benda cagar budaya.

Menurutnya, keterlibatan semua pihak sangat erat hubungannya dengan pelestarian cagar budaya, mengingat keterbatasan anggaran Pemko  Bukittinggi. Masyarakat tidak perlu khawatir untuk mendaftarkan rumah-rumah yang diduga cagar budaya karena pemerintah dapat membantu dalam menambah dan mengembangkan nilai budaya tersebut tanpa merubah bentuk aslinya, dan diberikan dispensasi pajak sebesar 70 persen.

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Register Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya memberikan kewenangan kepada pemerintah pusat/daerah, organisasi kemasyarakatan, dan masyarakat umum untuk mengelola cagar budaya. Pengelolaan ini sebelumnya berada di bawah wewenang Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek.

PP Nomor 1 tahun 2022 menjelaskan berbagai aspek pelestarian cagar budaya mulai dari pendaftaran, pelestarian, pengelolaan kawasan, insentif, kompensasi, pengawasan, pendanaan, hingga kepemilikan. Cagar budaya kini juga bisa pindah kepemilikan sesuai dengan pasal 51 peraturan tersebut, yang memungkinkan pengalihan kepemilikan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, masyarakat hukum adat, atau setiap orang.

Heru juga menekankan bahwa cagar budaya dapat dimanfaatkan oleh siapapun untuk kepentingan pendidikan atau pariwisata, namun masyarakat yang hendak memanfaatkan cagar budaya harus mengajukan permohonan kepada menteri atau pemda sesuai dengan peringkat cagar budaya. Pemanfaatan hanya dapat dilakukan untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, kebudayaan, dan pariwisata.

Ia juga mengajak masyarakat untuk turut membantu pemerintah dalam mengawasi dan mengelola cagar budaya agar pelestarian warisan budaya dapat terjaga dengan baik.

“Masyarakat dapat turut serta dalam upaya pengawasan cagar budaya, memberi masukan terhadap upaya pelestarian cagar budaya, atau melaporkan terjadinya pelanggaran,” ujar Heru.

Dengan adanya peraturan ini, diharapkan pelestarian cagar budaya di  Bukittinggi dapat semakin baik dan terjaga, serta melibatkan peran aktif dari seluruh lapisan masyarakat.

(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan