Kompas86.com – Suasana di DPRD Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur, memanas saat Wakil Ketua Komisi I, Yerim Fallo, dan Ketua Komisi IV, Relygius Usfunan, terlibat debat sengit terkait polemik 44 tenaga outsourcing yang bekerja di Sekretariat DPRD TTS.
Dalam perdebatan yang berlangsung di lobi DPRD pada Kamis (6/3/2025), Yerim Fallo dengan nada tinggi menuding bahwa keberadaan para tenaga outsourcing ini merupakan hasil “titipan” dari mantan pimpinan DPRD dan Sekwan DPRD TTS. Ia bahkan menyebut secara rinci jumlah tenaga outsourcing yang diduga berasal dari rekomendasi berbagai pihak.
“Pak Egi punya 9 orang, Pak Yus 13 orang, Pak Marcu 12, Pak Sekwan punya 8. Kami tidak sakit hati atau kecewa, tapi sekarang mereka terbentur aturan untuk mengikuti seleksi P3K. Satu-satunya solusi yang bisa diambil menurut Inspektorat adalah melalui outsourcing,” tegas Yerim, sambil memukul meja.
Menurut Yerim, hasil LHP Inspektorat menunjukkan bahwa para tenaga outsourcing tersebut bekerja dengan sistem kontrak yang tidak seragam—sebagian menggunakan Surat Perintah Kerja (SPK) dan sebagian lainnya melalui kontrak pihak ketiga. Kondisi ini yang menyebabkan mereka tidak bisa mengikuti seleksi P3K.
Menanggapi tudingan tersebut, Relygius Usfunan dengan tegas membantah adanya praktik titip-menitip. Ia menjelaskan bahwa tenaga outsourcing yang disebut “titipan” bukanlah orang yang hanya sekadar memiliki nama dalam daftar tanpa bekerja. Bahkan, beberapa di antaranya telah bekerja sejak tahun 2014 di Sekretariat DPRD TTS.
“Saya memang memiliki 9 orang di rumah jabatan (rujab) saat menjabat sebagai pimpinan DPRD periode 2019-2024. Mereka bekerja sebagai satpam, pramusaji, cleaning service, dan pengurus taman. Beberapa adalah orang lama, beberapa orang baru yang saya butuhkan untuk keperluan pribadi dan keluarga. Tapi mereka semua bekerja, bukan hanya titipan nama,” ujar Egi.
Hal serupa juga disampaikan mantan Wakil Ketua DPRD TTS, Yusuf Soru, yang merasa bingung dengan klaim adanya 13 tenaga kerja yang merupakan “titipannya.” Ia menantang pihak yang menuduhnya untuk menyebut satu per satu nama yang dimaksud.
“Kalau ada yang bilang saya titip 13 orang, sebutkan nama mereka! Mereka semua kerja bertahun-tahun, bukan sekadar nama di daftar. Bahkan, dari empat orang yang lolos administrasi P3K tahap 2, hanya satu yang punya hubungan keluarga dengan saya. Sisanya adalah masyarakat TTS yang memang butuh pekerjaan,” tegas Yusuf.
Sementara itu, mantan Ketua DPRD TTS periode 2019-2024, Marcu Mbau, juga membantah tudingan tersebut. Ia mengakui bahwa dari 12 tenaga kerja yang berada di rumah jabatan saat itu, hanya dua orang yang masih memiliki hubungan keluarga dengannya. Sisanya adalah warga TTS yang ia bantu mendapatkan pekerjaan.
“Dua satpam sudah bekerja sebelum saya masuk, dua pramusaji memang keluarga saya, tapi sisanya tidak ada hubungan keluarga. Beberapa dari mereka anak-anak muda TTS yang orang tuanya meminta saya membantu mereka mendapatkan pekerjaan. Dan mereka semua benar-benar bekerja,” tegas Marcu.
Polemik ini terus menjadi sorotan publik, terutama terkait kejelasan nasib 44 tenaga outsourcing yang kini terhambat untuk mengikuti seleksi P3K. Hingga kini, belum ada keputusan final terkait solusi yang akan diambil oleh DPRD TTS untuk mengakomodasi para pekerja tersebut.
Jurnalis;(TA86)