Kerinci, Kompas86.com – Bupati Kerinci, Monadi, turun langsung memediasi konflik antara warga Desa Pulau Pandan dan Karang Pandan dengan pihak perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
Tujuh warga yang sempat ditangkap polisi saat aksi demonstrasi penolakan pembangunan PLTA pada Jumat (22/8/2025) akhirnya dibebaskan setelah Monadi berdialog langsung dengan masyarakat yang memblokade Jalan Nasional Kerinci–Jambi.
“Saya menjaminkan diri untuk melepaskan tujuh orang yang ditangkap terkait pengerusakan alat berat,”
Bupati Kerinci, Monadi, Minggu (24/8/2025).
Monadi memastikan ketujuh warga tersebut sudah dipulangkan pada Minggu malam (24/8/2025). “Sudah, sudah dipulangkan tadi malam,” ujarnya saat dikonfirmasi Senin (25/8/2025).
Bupati Kerinci menegaskan bahwa pemerintah daerah akan terus berupaya menjaga ketenangan masyarakat sekaligus mencegah aksi pemblokiran jalan terulang. Meski begitu, ia mengingatkan bahwa demonstrasi harus dilakukan secara tertib dan sesuai aturan hukum.
“Demo itu hak masyarakat, tapi jangan sampai merusak fasilitas umum atau melakukan pengerusakan. Ada aturannya,” tegas Monadi.
Pembebasan warga dilakukan setelah tercapai kesepakatan bersama antara pemerintah daerah, warga, dan pihak keamanan. Salah satu poinnya adalah larangan memblokade jalan dan merusak fasilitas umum di lokasi proyek PLTA.
Monadi menjelaskan, penolakan sebagian warga dipicu masalah ganti rugi lahan. Pemerintah bersama perusahaan menetapkan ganti rugi sebesar Rp5 juta per Kepala Keluarga (KK). Namun, terdapat kelompok warga yang menuntut Rp300 juta per KK, yang dinilai perusahaan tidak mampu memenuhinya.
“Mereka tidak terima ganti rugi Rp5 juta, tetapi meminta Rp300 juta per KK. Pihak perusahaan tidak sanggup,” jelas Monadi.
Hingga kini, 625 KK telah menerima ganti rugi, terdiri atas 279 KK dari Desa Pulau Pandan dan 346 KK dari Desa Karang Pandan.
Monadi menyebutkan, penyelesaian persoalan PLTA sudah dibahas bersama Tim Terpadu yang melibatkan Pemda Kerinci, Kepolisian, TNI, dan Kejaksaan. Namun, karena belum ada kesepakatan final, ketegangan di lapangan masih terjadi.
“Ini objek vital nasional, jadi pintu air PLTA tetap dibuka. Warga yang belum setuju akhirnya demo dan sempat terjadi bentrokan. Kami Pemerintah Kabupaten Kerinci akan terus membangun dialog agar konflik ini selesai secara damai tanpa aksi anarkis,” harap Monadi.
( Ngoh )