Tanimbar,Kompas86.com
Pada sekitar awal tahun 1800 M, pada masa pemerintahan Waiseran Masela, telah terjadi peristiwa yang sangat memilukan, dimana Negeri Lauran Kote diserang dari berbagai penjuru oleh negeri-negeri tetangga, membakar dan memusnahkan serta merampas semua harta benda dan perhiasan-perhiasan negeri dan membawanya ke negeri mereka. Waiseran Masela dengan suatu tindakan cepat, dapat menyelamatkan seluruh rakyatnya dengan mengungsi bersama-sama ke negeri Lermatan, dan kemudian melanjutkan pengungsian ke negeri Onjout (Adaut) di pulau Selaru selama tiga tahun.
Selama hidup di pengasingan, Waiseran Masela mengenangkan kembali negeri Lauran Kote yang telah dibangun leluhurnya. Untuk itu, dia harus berjuang dengan segala daya dan pikiran serta pelepasan harta-harta pusaka negeri demi dapat menguasai kembali negeri Lauran Kote yang merupakan warisan nenek moyangnya. Untuk mewujudkan rasa cinta akan negerinya, dia secara rahasia naik sebuah perahu dari negeri Onjout ke pulau Seira dan berdiam di sebuah negeri bernama Weratan.
Setelah beberapa hari berada di negeri tersebut, dia berpesan kepada orang-orang Selwasa kepada iparnya bernama Sainlif Lalinaman di negeri Tumbur/Amtufu, untuk bertemu di negeri Weratan Pulau Seira demi merundingkan sesuatu yang sangat penting. Pesan tersebut disampaikan dan dikabulkan, sehingga Sainlif Lainaman segera berangkat ke negeri Weratan dan menemuinya.
Dalam pertemuan yang sangat rahasia tersebut, Waiseran Masela memberikan tugas kepada Sainlif Lalinaman untuk menemui negeri-negeri yang menyerang dan membakar negeri Lauran Kote seperti Amtufu, Wowonda, Ilngei dan Olilit untuk mengampuni serta mengisinkan orang-orang Lauran Kote yang masih berada di pengasingan untuk kembali ke negerinya. Setelah mereka berpamitan, Sainlif Lalinaman kembali ke negeri Tumbur dan Waiseran Masela kembali ke negeri Onjout.
Sainlif Lalinaman setelah tiba di negeri Tumbur, langsung melaksanakan misi yang diemban kepadanya, dan negeri-negeri tersebut setuju bahkan mengisinkan orang-orang Lauran Kote kembali ke negerinya. Kabar baik tersebut membuat Waiseran Masela secara rahasia mengumpulkan rakyatnya dan berunding bersama untuk mencari jalan keluar agar segera kembali ke tanah leluhurnya.
Untuk membalas budi baik rakyat Onjout, telah dikeluarkan harta pusaka umum negeri kepada rakyat Onjout dimana mereka setuju. Rakyat Onjout (Adaut) lalu melepas bahkan mengantar rakyat Lauran Kote kembali ke negeri Lermatan. Setelah semuanya berada di negeri Lermatan, Waiseran Masela berunding lagi dengan rakyatnya dan mereka setuju untuk mengirim utusan untuk membayar tebusan rakyat Lauran Kote berupa harta pusaka negeri kepada kepada negeri Amtufu, Wowonda, Ilngei dan Olilit.
Setelah selesai membayar tebusan, utusan tersebut kembali ke negeri Lermatan kemudian Waiseran Masela bersama rakyatnya yang setia berangkat dari negeri Lermatan ke negeri Kabyarat dan tinggal disana selama satu tahun. Selama di Kabyarat Waiseran Masela bersama Rakyatnya membangun kembali negeri Lauran Kote di Batilet (Tabaku Ain) dan hidup aman dan tenteram. Waiseran Masela memerintah sampai tua umurnya dan wafat dengan tenang.
Setelah kembali ke tanah leluhur dan selesai membangun kembali rumah rumah warga, maka sekali lagi diadakan musyawarah umum negeri untuk membicarakan status hak ulayat serta hak petuana negeri Lauran Kote. Dalam musyawarah tersebut, telah melahirkan keputusan bersama yang terkenal dengan nama Ampat Kormpau (tanah umum negeri) dan Ampat Ngolap Dalam ( tanah petuanan pribadi) namun tetap menghormati petuanan marga sebagai mangfaluruk yang menguasai petuanan masing-masing selama tidak bertentangan dengan hukum adat yang berlaku.
Dengan demikian Status hak atas tanah Lauran Kote sangat berbeda dengan status hak atas tanah di negeri-negeri lain di Tanimbar, dan keputusan tersebut merupakan suatu keputusan hukum adat yang harus di hormati karena merupakan keputusan nenek moyang dan leluhur negeri Lauran Kote yang
harus di hormati karena merupakan keputusan nenek moyang dan leluhur negeri Lauran Kote yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun termasuk rakyat Lauran sendiri.
(Agustinus Marsela)