Kuningan,Kompas86.com
Pemerintah pusat telah menyalurkan Program Indonesia Pintar (PIP) dengan tujuan membantu siswa berprestasi secara tepat sasaran melalui Dinas Pendidikan. Namun, di SMP 2 Maleber, ditemukan praktik yang memprihatinkan, di mana bantuan tersebut diduga dipotong oleh oknum guru.
Seorang wali murid yang enggan disebut namanya mengungkapkan bahwa pada pencairan pertama sebesar Rp750 ribu per siswa, sekitar 40 siswa lebih menerima bantuan tersebut. Namun, anaknya mengalami pemotongan sebesar Rp100 ribu pada termin pertama. Sedangkan pada termin kedua, dari Rp450 ribu, dipotong lagi sebesar Rp150 ribu. Praktik ini jelas melanggar Undang-Undang No. 14 Tahun 2002, yang menegaskan bahwa dana bantuan seperti PIP tidak boleh dipotong dengan alasan apa pun.
Menurut aturan, dana harus diserahkan langsung kepada siswa penerima tanpa pemotongan. Jika ada kebutuhan sekolah, murid seharusnya membayar sendiri sesuai kebutuhannya, bukan melalui pemotongan bantuan langsung oleh pihak sekolah atau guru.
Situasi ini menimbulkan keprihatinan mendalam di kalangan masyarakat, mengingat dana PIP yang seharusnya meringankan beban pendidikan justru dimanfaatkan secara tidak semestinya. Praktik pemotongan yang tidak jelas peruntukannya menciptakan kecurigaan bahwa dana tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi oknum tertentu di SMP 2 Maleber.
Dinas Pendidikan, mulai dari Kepala Dinas hingga jajaran terkait, diharapkan segera turun tangan dan memberikan tindakan tegas. Jika dibiarkan, hal ini bisa menjadi preseden buruk dan merugikan siswa di sekolah lain. Tindakan pembinaan, pengawasan, dan sanksi harus diterapkan agar kejadian serupa tidak terulang.
Menurut salah satu Wakil Kepala Sekolah, uang yang dipotong tersebut digunakan untuk menutupi biaya seragam sekolah. Lebih mengherankan lagi, terdapat praktik penjualan seragam di lingkungan sekolah, yang seharusnya menjadi ranah toko atau pasar. Hal ini membuka ruang untuk mencari keuntungan di sekolah, yang bertentangan dengan prinsip pendidikan.
Nama Kepala Sekolah, H. Awan Giryawanawan, sulit dihubungi atau ditemui. Meski telepon berdering, tidak ada jawaban, menimbulkan kecurigaan lebih lanjut.
Masyarakat dan pihak terkait menuntut tindakan tegas terhadap pelaku dan pengawasan ketat untuk mencegah pelanggaran semacam ini di masa depan.
(Red/Team)