Bangka Belitung, Kompas86.com
Jakarta – Beredar surat sosialisasi mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) bagi penghuni rumah susun (rusun) dan apartemen, yang menimbulkan kehebohan. Para penghuni telah melayangkan protes kepada Direktur Jenderal Pajak, namun hingga kini belum ada tanggapan resmi.
Keluhan dari Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI), yang menyebut bahwa mayoritas penghuni rusun adalah masyarakat kelas menengah. Pengenaan PPN atas IPL dinilai akan semakin membebani mereka.
Mengenai pernyataan P3SRI diatas, Dr. Ir. Justiani Liem, M.Sc., Direktur Eksekutif GeMOI Centre, menanggapi bahwa edaran itu menunjukkan kalau dirjen pajak tidak paham UU20/2011. Masalahnya pengenaan pajak pada unit rumah susun atau mekanisme kepemilikan yang diatur dalam UU tersebut mungkin berbeda dengan pandangan yang diadopsi oleh Dirjen Pajak.
“Badan Pengelola secara hukum kedudukannya seperti PRT (pembantu rumah tangga) yang digaji majikan. Jadi, jika dikenakan pajak, seharusnya atas gajinya, bukan IPL. Di rusun, istilahnya manajemen fee,” ujar Justiani kepada awak media di Jakarta, Selasa (3/10/2024).
Justiani juga menegaskan bahwa Badan Pengelola tidak memiliki hak untuk menaikkan tarif listrik atau menarik pembayaran listrik, apalagi memanipulasi tarifnya untuk mengambil untung dari majikan (pemilik/ penghuni). “Di rusun tidak ada perdagangan listrik, dan Badan Pengelola bukan pedagang listrik. Masak PRT disuruh bayar listrik lalu mark up,” tegasnya.
Lebih lanjut, Justiani menjelaskan bahwa jika Dirjen Kelistrikan memberikan hak jual dengan tipe B3, maka hal tersebut menunjukkan ketidakpahaman terhadap UU 20/2011 juga sejenis yang terjadi dengan Dirjen Pajak.
Selain itu, menurut Justiani, ketika jual beli rusun seharusnya ID pelanggan listrik, diubah menjadi atas nama P3SRS (Perhimpunan Pemilik Penghuni Satuan Rumah Susun), bukan lagi atasnama pengembang. Lalu P3SRS menunjuk PRT atau Badan Pengelola. Terus kok mau jualan listrik? Memang ID milik siapa lalu mau dijual kepada siapa?
“Karena sudah ada jual beli, tanpa balik nama pun, hak keperdataan telah beralih kepada pemilik satuan rumah susun (Sarusun) yang diwakili P3SRS selaku wali amanah,” ungkapnya.
Justiani juga mengungkap adanya temuan terkait pemalsuan air dari PDAM Jaya oleh Badan Pengelola, di mana air yang digunakan berasal dari pengolahan limbah namun dikenakan tarif resmi PDAM.
Selain itu, Badan Pengelola yang sejak lama menurut Subdirektorat Pengelola Penerimaan Pajak Muchamad Arifin memungut PPN 10% atas air dan listrik, seharusnya justru itu adalah penipuan dan penggelapan oleh Badan Pengelola yang wajib ditertibkan.
“Ini merupakan pelanggaran hukum. Badan Pengelola memungut PPN atas air dan listrik padahal tidak ada jual beli air dan listrik di rusun,” paparnya.
Dirjen Pajak sebelumnya sudah menanggapi masalah ini dalam surat yang diterbitkan pada awal 2013, saat penghuni apartemen GCM mengungkap praktek penipuan dan penggelapan oleh Badan Pengelola dan pengembang PT Duta Pertiwi Tbk. “Audiensi dengan Dirjen Pajak dan instansi terkait sudah memperjelas kedudukan hukum. Hal ini harus ditaati untuk menghindari kekisruhan. Rupanya Dirjen penggantinya tidak paham UU20/2011,” jelas Justiani.
GeMOI Centre juga menegaskan agar Presiden Prabowo tidak perlu dibuat pusing oleh pejabat yang malas memahami keterkaitan berbagai undang-undang. “Kami berharap seluruh pelayan publik bekerja dengan baik dan tidak asal-asalan,” pungkasnya. (**)
MB