Futwembun : Sasi Kelapa (Wampe) di Desa Atubul Dol Sah Menurut Hukum Adat Tanimbar

banner 468x60

Tanimbar (Maluku) Kompas86.com
Laporan kasus dugaan pungli yang dilakukan Plt. Kades Atobul Dol Eferardus Fase sesuai laporan pelapor Petrus Obut Melwatan alias (OM) yang kini ditangani Penyidik Polres Kepulauan Tanimbar akhirnya ditepis kuasa hukum terlapor Eduardus Futwembun SH bahkan mengklaim laporan tersebut merupkan unsur pembelaan diri dari pelapor.

Kepada media ini di Saumlaki Rabu (15/7/2025) Futwembun mengatakan, kasus dugaan pungli sebagaimana dilaporkan terlapor sebenarnya bukan inisiatif dari pemerintah desa tetapi merupakan keputusan seluruh masyarakat dalam rapat umum desa tentang Sasi kelapa yang merupakan tradisi yang masih berlaku hingga saat ini.

Dikatakan dalam keputusan sasi kelapa tersebut dimana bagi masyarakat yang melanggar akan diberi sanksi adat sebesar Rp. 5 juta sebagai pengganti denda adat yaitu Babi Naniri 1 ekor, Sopi 5 guci dan itu disetujui oleh masyarakat desa termasuk pelapor Obut Melwatan (OM). Ternyata pelapor sendiri yang melanggar sasi tersebut dan mengaku untuk membayar sesuai dengan keputusan adat desa dimaksud.

“Heran juga kalau pelapor yang melanggar keputusan bahkan telah menandatangani persetujuan membayar denda ko berbalik melaporkan pemdes sebagai pelaku pungli dan pemerasan terhadap dirinya inikan aneh, ujar Futwembun.

Menurutnya, pasal 335 ayat 1 KUHP yang digunakan untuk menjerat terlapor merupakan pasal yang tidak berlaku lagi berdasarkan keputusan Mahkamah Kontitusi (MK) No. I/PUU/XI/2013 mengatakan frasa ” perbuatan lain maupun perbuatan tidak menyenangkan dalam pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Menanggapai masalah tersebut, sebagai kuasa hukum terlapor Fuwembun menyarankan agar penyidik Polres Tanimbar mengembalikan laporan tersebut kedesa untuk diselesaikan berdasarkan keputusan desa tentang sanksi adat yang telah disetujui oleh pelapor bahkan telah menandatangani pernyataan bahwa dirinya bersedia membayar denda adat tersebut.

Disebutkan, kalau penyidik menggunakan pasal 335 ayat 1 untuk menjerat kliennya maka patut dipertanyakan pemahaman hukum dari penyidik sendiri apakah pasal tersebut memenuhi unsur atau tidak. Sebagai kuasa hukum terlapor Futwembun mengingatkan pihak penyidik, agar dapat menerapkan pasal yang tepat dalam perkara tersebut.

Untuk itu dirinya menawarkan Restoratve Jastve dalam menangani perkara tersebut dengan alasan bahwa nasalah ini telah dilaporkan kepada Polsek Wertamrian namun dikembalikan untuk diselesaikan di desa mengingat pasal 18 b ayat (2) UUD 1945 menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup.

Diingatkan bahwa kalau penyidik tetap pada prinsip untuk memproses masalah tersebut, dan dimenangkan oleh pelapor maka jelas merupakan pelecehan terhadap hukum adat dan pasal 18 b ayat (2) UUD 1945 tentang pengakuan negara terhadap hukum adat beserta hak tradisional hanya merupakan semboyan belaka dan tidak berlaku lagi” pungkasnya.

(Mas Agus).

 

Pos terkait