Kompas86.com 27 September 2024
Pali, Sumsel – Kompas86.com – Pertamina, sebuah perusahaan milik negara di sektor minyak dan gas bumi, yang dikenal sebagai salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia, diduga menutup mata atas berbagai masalah yang ditimbulkan oleh salah satu mitranya, PT. Daqing Citra Petroleum Survey, di lapangan.
Sejumlah laporan masyarakat mengindikasikan bahwa PT. Daqing, yang bertanggung jawab atas pekerjaan survei seismik di daerah tersebut, telah memicu banyak permasalahan di tengah masyarakat. Salah satu keluhan utama adalah kurangnya tenaga ahli dalam tim survei PT. Daqing. Setiap permasalahan di lapangan ditangani oleh bagian Humas, yang notabene bukan tenaga teknis ahli dalam bidang survei. Parahnya lagi, menghubungi bagian Humas PT. Daqing sangat sulit, dan sering kali keputusan eksekusi pekerjaan diambil sepihak tanpa kesepakatan dengan pemilik lahan.
Menurut Toyeng, salah seorang warga yang terdampak, ia siap memberikan kesaksian secara langsung jika ada yang meragukan kebenaran pernyataan ini. “Siapa saja yang tidak percaya, bisa datang ke rumah saya. Saya siap mempertanggungjawabkan apa yang saya sampaikan di berita ini,” tegasnya.
Masalah berikutnya yang dihadapi adalah PT. Daqing tidak menghadirkan tim ahli pidana khusus, sehingga pekerjaan mereka kerap kali diduga melanggar aturan hukum yang berlaku. Hal ini membuat masyarakat semakin curiga bahwa Pertamina, sebagai pihak yang mengontrak PT. Daqing, tidak memberikan arahan yang jelas mengenai aturan yang harus dipatuhi.
Pertamina seharusnya menjadi contoh dan teladan sebagai perusahaan negara, bukan malah membiarkan mitranya menimbulkan masalah yang meresahkan masyarakat. Kini, masyarakat terbagi menjadi dua: mereka yang memiliki kuasa berusaha mendapatkan hak-haknya, sedangkan yang tidak paham aturan hanya bisa meratap dan meneteskan air mata.
Pertamina dianggap sebagai akar permasalahan karena PT. Daqing merupakan mitra kerja yang disewa Pertamina untuk menyelesaikan proyek ini. Kegagalan Pertamina dalam memberikan arahan detail mengenai regulasi yang harus ditaati PT. Daqing disinyalir menjadi penyebab utama timbulnya polemik di tengah masyarakat.
Selain itu, masalah lain yang sedang berkembang adalah kerusakan rumah warga akibat kegiatan survei. Berdasarkan analisis awal, beberapa poin penting yang perlu diperhatikan adalah:
1. Sebelum ledakan terjadi, pihak perusahaan hanya mengambil foto rumah warga.
2. Fotografer tidak memberikan informasi mengenai alamat atau identitas mereka.
3. Warga hanya diminta memberikan KTP tanpa penjelasan lebih lanjut.
Warga desa yang rumahnya retak akibat getaran belum mendapatkan informasi yang jelas tentang proses ganti rugi. Mereka tidak mengetahui berapa nilai per meter kerusakan yang akan diganti, siapa yang menentukan besaran kompensasi, dan bagaimana proses negosiasi dilakukan. Jika tenaga ahli hadir dan menjelaskan mekanisme ganti rugi secara transparan, masyarakat pasti akan lebih mudah menerima hasil keputusan.
Polemik ini diprediksi akan semakin besar karena pihak perusahaan mungkin hanya akan membayar ganti rugi berdasarkan inisiatif internal mereka, tanpa melalui kajian tenaga ahli yang objektif. Masyarakat tidak meminta uang secara berlebihan, tetapi berharap agar proses perbaikan rumah mereka tidak dilakukan secara asal-asalan. Tembok retak, misalnya, tidak bisa diperbaiki hanya dengan cat tanpa terlebih dahulu dibongkar dan diperbaiki secara menyeluruh. Penjelasan humas melalui aplikasi WhatsApp tidak cukup untuk meredakan kekhawatiran warga.
Dalam situasi ini, diharapkan Pertamina mengambil langkah tegas dan bijaksana, memberikan panduan yang jelas kepada PT. Daqing agar pekerjaan survei tidak lagi menimbulkan masalah di tengah masyarakat. Sebagai perusahaan negara, Pertamina seharusnya menjaga reputasi dan kepercayaan publik, bukan membiarkan mitra kerjanya merugikan warga setempat.
Penulis ;
Ansori (Toyeng)