Palembang. 08 October 2024
Palembang sedang mengerjakan Megaproyek PLTSampah senilai Rp 2,1 triliun itu rencananya akan dibangun dibekas TPA Keramasan, Kecamatan Kertapati.
Aliansi Rakyat Tolak PLT Sampah melakukan aksi demo di Kantor Kejati Sumsel, Selasa 10 Oktober 2024. Koordinator Lapangan Putra, Koordinator Aksi Joe dan Tim Hukum AMRIE H.T, SH.
Koordinator Aksi, Joe mengatakan, PT Indo Green Power sebagai pihak pengeloah berdasarkan MOU dengan pemerintah kota Palembang dalam pengelolaan sampah kota Palembang untuk di konversikan menjadi Listrik yang rencanya akan di jual ke pihak PLN.
Agustus 2025 akan Groud Breaking PLTSa, dengan kapasitas produksi supply sampah ke PLTsa mencapai 1.200 ton, dengan biaya pelayanan pengelolaan sebesar Rp400 ribu per ton, merujuk pada peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik.
“Selain MOU dengan pemerintah kota Palembang yang diduga tidak ada dasar hukumnya ,muncul persoalan lainya berkaitan dengan Permasalahan Tipping Fee. Berdasarkan pengamatan tim advokasi,sejumlah pemerintah daerah enggan memberikan Tipping Fee atau hanya dapat menganggarkan Tipping Fee yang sangat sedikit untuk dapat dibayarkan kepada pihak Badan Usaha pengelola PLTSa, bawa tidak ada formula baku untuk menghitung dan memberikan Tipping Fee ini sehingga memerlukan proses politik di DPRD dikarenakan terkait penggunaan anggaran daerah. Akan tetapi khusus untuk 12 kota, Perpres 35/2018 memberikan indikasi bahwa Pemerintah Daerah dapat memberikan tarif Tipping Fee sebesar maksimum Rp500.000 (lima ratus ribu rupiah) per ton, yang kami duga ini tidak memiliki kajian yang komprehensip dan di pukul rata di daerah yang ditunjuk tersebut sehingga patut diduga ini akan berdampak pada pemborosan anggaran dan membebani keungan daerah jangka Panjang dengan skema perjanjian yang telah di teken oleh walikota pada saat itu,” ujarnya.
Dia menuturkan, persoalan Pembiayaan Pembangunan PLTSA Pada dasarnya, fasilitas PLTSa dapat dibiayai melalui APBN/D, Penugasan BUMN/D atau Kerjasama dengan Badan Usaha. Akan tetapi seperti telah disinggung di atas, pembiayaan pembangunan proyek PLTSa akan sulit dilaksanakan dengan hanya mengandalkan sumber dari APBD bahkan jika dibantu APBN sekalipun. Dengan demikian opsi yang dapat dilalui adalah dengan penugasan kepada BUMN/D atau Kerjasama dengan Badan Usaha.
Persoalan Feed in Tariff dan Pembelian Tenaga Listrik Feed in Tariff atau Tarif Jual Listrik pada dasarnya di atur dalam Permen ESDM No.50/2017 Jo Kepmen ESDM No 1772 K/20.
Berdasarkan peraturan ini, Tarif listrik untuk PLTSa adalah berdasarkan Biaya Pokok Produksi (BPP) yang berbeda–beda setiap daerahnya.
Sebagai catatan, baik berdasarkan Permen ESDM 50/2017 maupun Perpres 35/2018, PT PLN wajib untuk membeli listrik dari PLTSa. Adapun prosedur pembelian listrik oleh PLN dimulai dari Penugasan Menteri ESDM kepada PLN untuk membeli listrik PLTSa setelah Pemda memberikan informasi dokumen (a) surat penetapan dan profil pengembang PLTSa yang ditunjuk; (b) lokasi dan kapasitas PLTSa; (c) rencana COD.
Hal ini sejalan dengan percepatan pembangunan PLTSa di 12 daerah di mana berdasarkan Pasal 6 Perpres 35/2018, percepatan pembangunan PLTSa, Pemerintah Daerah dapat menugaskan BUMD atau melakukan kompetisi Badan Usaha. Dalam hal tidak ada BUMD atau Badan Usaha yang mampu atau berminat, maka Pemerintah Daerah dapat mengusulkan penugasan kepada BUMN.
Berdasarkan cacatatn persoalan diatas maka dapat di cermati bahwa :
Apakah dalam proyek PLTS ini sudah ada payung hukum kerjasam dengan pihak ke 3 ?
Apakah sudah ada BUMD yang di tunjuk atau di buat khusus dalam proyek ini mengacu pada juknis yang ada ?
Apakah ada perda yang mengatur soal penyertaan modal dan turunanya dalam proyek PLTS aini ?
Apakah sudah ada perda yang mengatur soal Pembangunan PLTSa dan mekanisme nya ?
Apakah revisi PERDA NO 3 TAHUN 2015 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga yang akan menjadi payung hukum proyek PLTSA sah dan di benarkan dalam hukum?Apakah dengan di sisipkanya pasal diduga siluman yang pada revisi PERDA NO 3 TAHUN 2015 SAH bagi legalisasi kontrak Kerjasama pihak ke 3 ?
Kontrak kerjasama Model BOO (Build, Own and Operate atau disingkat dengan BOO) adalah bentuk kerjasama Pemerintah Daerah dengan Swasta dimana mitra swasta bertanggungjawab membangun proyek di Daerah, termasuk membiayainya, dan selanjutnya mengoperasikan dan memeliharanya, merugikan pemkot palembang jangka panjang.
“Dari apa yang ada , kami mendapatkan informasi bahwa DPRD KOTA PALEMBANG telah MEMBAHAS REVISI PERDA 3 / 2015 untuk kepentingan proyek PLTSa yang pernah di tolak dan di addendum berapa kali dengan memasukan pasal yang tidak semestinya di sisipkan dalam perda tersebut dan di duga juga mall administrasi dalam proses penyusunanya,” tuturnya.
Oleh karena itu maka kami dari ALIANSI RAKYAT TOLAK PLTSAMPAH mendesak dan meminta Kajati untuk :
Menuntut :
1. MEMINTA KEPADA KEJAKSAAN TINGGI MEMANGGIL,MEMERIKSA KETUA DPRD , KETUA BANLEG ATAS DUGAAN MELAKUKAN PERSEKONGKOLAN JAHAT DALAM MENGGOLKAN REVISI PERDA 3/2015 YANG SARAT KEPETINGAN UANG.
2.MEMINTA KEPADA KEJAKSAAN TINGGI MEMERIKSA BEKAS WALIKOTA PALEMBANG DAN OKNUM DPRD KOTA PALEMBANG YANG TELAH MELOLOSKAN PROYEK PLTSA YANG TER INDIKASI KUAT TERJADI INSIDER TRADING LAHAN DI LOKASI PROYEK, serta MEMINTA KEPADA KEJAKSAAN TINGGI MENANGKAP DAN ADILI AKTOR INTLEKTUAL PROYEK PLTSa di PALEMBANG YANG DIDUGA MERUGIKAN KEUANGAN PEMKOT PALEMBANG.
3. MEMINTA KEPADA KEJAKSAAN TINGGI UNTUK MEMERIKSA ASAL USUL PEMBELIAN LAHAN PLTSA , YANG TERINDIKASI MILIK PEJABAT PEMKOT PALEMBANG.
Sementara itu, para massa aksi diterima oleh Kasi Penkum, Vanny Yulia Eka Sari menyambut baik aspirasi disampaikan rekan rekan.
“Kami menyambut baik apa yang di sampaikan terkait tuntutan dalam aksi ini akan disampaikan ke pimpinan,”tandasnya. (Yanti/ril,Boby)