*HUKUM MEREKAM ORANG TANPA IZIN*

banner 468x60

Kuningan JABAR,kompas86.com
Perlu diketahui terlebih dahulu, bahwa berdasarkan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, setiap orang berhak atas harta benda yang dimilikinya. Dalam hal ini termasuk juga alat yang digunakan untuk mengambil gambar.

Namun pembatasan muncul ketika pengambilan gambar tersebut dilakukan dengan melanggar hak seseorang atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya serta apabila melanggar hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan.

*Dari Perspektif Hak Cipta*

Misalnya dari gambar seseorang yang telah diambil dan kemudian diperjualkan, sebenarnya terdapat hak ekonomi orang yang menjadi objek dalam gambar tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 12 ayat (1) UU Hak Cipta:

“setiap orang dilarang melakukan penggunaan secara komersial, penggandaan, pengumuman, pendistribusian, dan/atau komunikasi atas Potret yang dibuatnya guna kepentingan reklame atau periklanan secara komersial tanpa persetujuan tertulis dari orang yang dipotret atau ahli warisnya”

Oleh karena itu, pengambilan gambar baik menggunakan alat penyadapan atau tidak, secara umum harus mendapatkan persetujuan dari orang yang menjadi objek dalam gambar tersebut.

*Dari Perspektif UU ITE*

Bahwa, perihal pengambilan gambar atau video secara diam-diam (penyadapan) maupun secara langsung diatur dalam UU ITE. Hal ini diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016.

Adapun yang dimaksud dengan intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi. Hal ini telah dijelaskan dalam Pasal 31 ayat (1) UU Nomor 19 tahun 2016.

*Berdasarkan pasal 47 Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 pelanggaran atas intersepsi atau penyadapan ini adalah dipidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp800Juta.*

*Sedangkan jika tujuan pelaku memotret atau merekam orang lain tanpa izin dengan maksud atau tujuan melakukan pencemaran nama baik terhadap korban maka pelaku dapat dijerat Pasal 45 ayat (1) UU No 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE) yang mengatur bahwa:*

*“Setiap orang yang melanggar ketentuan tersebut akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).”*

Akan tetapi terdapat pengecualian terhadap penggunaan alat penyadapan oleh Kepolisian, Kejaksaan atau Institusi lain sepanjang itu dilakukan dalam rangka penegakan hukum. Hal ini secara tegas disebutkan dalam pasal 31 ayat (3) UU 19/2016.
Berikut adalah Dasar Hukum institusi apa saja yang dapat melakukan penyadapan, antara lain:

1. Komisi Pemberantasan Korupsi (Pasal 12 ayat (1) UU Nomor 19 tahun 2019)

2. Kepolisian Republik Indonesia (Perkapolri Nomor 5 tahun 2010)

3. Kejaksaan Agung (Pasal 30C Huruf i UU nomor 11 tahun 2021)

4. Badan Intelijen Negara (Pasal 31 dan 32 UU Nomor 17 tahun 2011)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengambilan barang melalui alat penyadapan dapat dilakukan oleh Lembaga negara yang berwenang oleh peraturan perundang-undangan.

Namun apabila pengambilan atau perekaman gambar secara diam-diam dilakukan oleh pihak lain selain intansi yang diberikan kewenangan, perlu diperhatikan kembali batasannya. Sepanjang tidak melanggar ketentuan penyadapan dan peraturan lainnya, maka dapat saja diperbolehkan. Lain halnya dilakukan secara melawan hukum, ini dapat merupakan suatu perbuatan _illegal interception_ dan berpotensi dijerat pidana.

Sumber:
*”BAMBANG LISTI LAW FIRM”*
Advocates, Kurator, Mediator Bersertifikasi MA RI Nomor: 93/KMA.SK/VI/2019 & Legal Consultant Hukum

(Red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan