Diduga Melakukan Praktek Ilegal sebagai Penyedia Layanan Internet di Kecamatan Kedungbanteng

banner 468x60

Banyumas Jateng-kompas86.com

Internet merupakan sebuah jaringan telekomunikasi global yang menghubungkan gadget (komputer, smartphone, android dll) di seluruh dunia berbasis data, gambar, audio dan video yang dihantarkan melalui satelit, BTS atau jaringan kabel fiber optik.

 

Aktifitas layanan telekomunikasi di Indonesia diatur dengan UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi dan peraturan dan ketentuan pelaksanaannya, antara lain Peraturan Pemerintah No. 46/2001 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran, Kepmenhub No. 20/2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi, Permen Kominfo No, 25/2015 tentang Pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Universal dan Informatika serta peraturan dan ketentuan pelaksanaan lainnya.

 

Dari hasil investigasi jurnalistik, faktanya, di Kabupaten Banyumas, khususnya di Kecamatan Kedungbanteng, pengusaha lokal PLI (Penyedia Layanan Internet) yang menjadi mitra atau reseller ISP (Internet Service Provider) yaitu Tranggulasih.Net yang beralamat di Kampung Peninis, Desa Windujaya, diduga masih melakukan layanan penyedia internet secara ilegal.

 

Praktek illegal yang diduga dilakukan antara lain menjual kembali/ reseller produk layanan ISP yang seharusnya untuk dipergunakan sendiri dan jelas tertera dalam syarat dan ketentuan dari ISP (produk IndieHome) bahwa produk tersebut tidak untuk diperjual belikan. Dijualnya dengan mencetak voucher dalam berbagai nominal.

 

Tranggulasih.Net juga dalam mendistribusikan layanan internetnya melalui kabel fiber optic menggunakan tiang-tiang PLN yang diduga tanpa memiliki ijin penggunaan dari pihak PLN. Untuk diketahui bahwa terkait penggunaan tiang-tiang PLN atau biaya sewa backbone, PLI harus bermitra dengan Iconnet/ Icon+, anak perusahaan PLN di bidang layanan internet.

 

Hal yang disinyalir ilegal ini tentu sangat merugikan berbagai pihak, negara dirugikan dengan tidak adanya pemasukan retribusi atau pajak, ISP dirugikan, PLN dirugikan, sesama pengusaha lokal PLI yang legalitasnya lengkap dirugikan dengan adanya persaingan yang tidak sehat karena biaya yang dikeluarkan lebih tinggi untuk memenuhi legalitas penyedia layanan internet, sementara yang ilegal jelas biayanya jauh lebih murah.

 

Terkesan ada pembiaran (ignoring) oleh otoritas terkait. Ada apa dengan Diskominfo dan aparat penegak hukum (APH) di Banyumas? Padahal jelas-jelas PLI yang diduga ilegal ini telah melanggar ketentuan UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi antara lain melanggar pasal 11 ayat (1) yang diatur ketentuan pidananya dalam pasal 47 yang berbunyi, “Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).”

 

Menanggapi hal ini, Minggu (10/9/23), Dodi Efendi, Ketua Umum APPLIN (Aliansi Pengusaha Penyedia Layanan Internet Nusantara) mengatakan, “Saya melihat hal ini perlu dilakukan penertiban, semua PLI diperiksa legalitasnya, didata kemudian dibina. Khusus untuk PLI yang ilegal diberikan pendampingan agar segera melengkapi legalitasnya.”

 

Saat dikonfirmasi kepada pemilik Tranggulasih.Net, Usen, melalui saluran Whatsapp, Minggu (10/9/23), dirinya membantah hal itu, Tranggulasih.Net tidak memakai produk IndiHome untuk dijual kembali melalui cetak voucher mikrotic, tetapi memakai produk provider ISP lokal berijin.

 

Tetapi sampai berita ini dirilis, pihak Tranggulasih.Net tidak menjawab dan tidak bisa menunjukkan bukti legalitas kerjasama pemakaian produk provider ISP lokal tersebut maupun bukti legalitas penggunaan tiang-tiang listrik milik PLN untuk jaringan kabel FO miliknya.

(red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan