📰 Kenapa Orang Cirebon Suka Tidur Morongkol? Antara Budaya, Kebiasaan, dan Rasa Nyaman

banner 468x60

 

Cirebon,KOMPAS86.COM

Jika berkunjung ke rumah warga Cirebon saat malam hari, apalagi di musim hujan atau ketika angin laut bertiup kencang, jangan heran kalau menemukan orang tidur morongkol. Posisi tidur ini khas: badan membulat, lutut menekuk ke dada, dan tangan melingkar di sekitar kaki.

Bagi orang Cirebon, morongkol bukan sekadar posisi tidur. Ia adalah warisan kebiasaan, bagian dari budaya, bahkan kadang dibumbui mitos dan nasihat orang tua.

Hangat dan Aman
Secara ilmiah, posisi morongkol mengingatkan pada postur janin di dalam kandungan. Tubuh secara naluriah mengambil posisi ini saat mencari rasa aman dan kenyamanan. Dengan melipat badan, panas tubuh lebih terjaga dan organ vital terlindungi.

“Kalau angin laut masuk malam-malam, tidur morongkol itu paling enak. Badan hangat, tidur nyenyak,” kata Odong (53), warga Karangsembung.

Kebiasaan yang Turun-Temurun
Banyak warga Cirebon sejak kecil sudah terbiasa tidur di tikar atau lantai. Ketika udara malam terasa dingin, posisi morongkol membantu mengurangi rasa kedinginan. Kebiasaan ini terbawa hingga dewasa.

Ada Mitosnya Juga
Meski populer, morongkol juga punya mitos lokal. Orang tua zaman dulu sering mengingatkan, “Jangan morongkol, nanti nggak tinggi badannya.” Nasihat ini sebenarnya bertujuan agar anak tidur lurus supaya postur tubuhnya baik saat tumbuh.

Tetap Bertahan di Era Modern
Meski rumah-rumah kini sudah banyak yang ber-AC atau memakai kasur empuk, morongkol tetap jadi posisi favorit. “Mau kasur mahal atau tikar, kalau kedinginan ya morongkol lagi,” ujar Odong sambil tersenyum.

Fenomena ini menunjukkan bahwa kebiasaan kecil seperti morongkol tidak hanya soal kenyamanan, tapi juga bagian dari identitas budaya yang bertahan lintas generasi di Cirebon.

(Radenton)

Pos terkait