Segera Terbongkar, Masifnya Politik Uang di Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam yang Merusak Demokrasi

banner 468x60

Bukittinggi, KOMPAS86.com
Gegap gempita penyelenggaraan pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 telah berlangsung. Tak hanya pemilihan presiden dan wakil presiden, masyarakat juga memilih calon anggota legislatif tingkat DPR, DPD dan DPRD tingkat provinsi serta kabupaten/kota yang digelar 14 Februari 2024 lalu,

Berbagai fenomena yang muncul untuk meraih kekuasaan, di antaranya dengan cara Politik Uang / Menyogok suara rakyat , tentunya perbuatan ini merusak demokrasi dan melanggar UUD 1945.

Tapi perlu diingat, meraih kemenangan dengan melanggar aturan, menggunakan politik uang alias money politic. Sudah tertuang pada Pasal 278 ayat (2), 280 ayat (1) huruf j, 284, 286 ayat (1), 515 dan 523 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Pasal 280 ayat (1) huruf j menyebutkan, “Penyelenggara, peserta hingga tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu”.

Apabila terbukti melakukan pelanggaran, maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat mengambil tindakan. Yakni berupa pembatalan nama calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari daftar calon tetap, atau pembatalan penetapan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagai calon terpilih.

Sanksi bagi orang yang melakukan politik uang dalam Pemilu 2024 tercantum dalam Pasal 515 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

“Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36.000.000,00,” demikian isi Pasal 515 UU Pemilu.

Di Kota Bukittinggi sendiri sudah beredar isue tentang politik uang berkisaran Rp.300.000 sampai Rp.500.000 per pemilih, dan saat ini sedang di siapkan Bukti serta saksi atas keterlibatan Politisi yang haus kekuasaan.

L salah satu warga Kota Bukittinggi yang menerima suap yang di janjikan sebesar Rp.500.000 per orang, dan pada waktu itu baru di bayarkan separoh, sisanya setelah Caleg bersangkutan di nyatakan menang” ujarnya.

Saat di tanya kenapa mau menerima uang,  L menjawab ” Kami butuh untuk hari ini, selanjutnya kalau dia pun duduk kami mau jadi apa, apakah mereka mengenal kami tentu tidak” terangnya.

Dalam kasus Politik uang ini tentu ada pihak pihak yang di rugikan, untuk itu lembaga yang berkompeten di tuntut untuk berlaku adil tidak memihak kepada yang ber uang. (**)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan