Warung BUMDes Desa Cinangsi Jadi Sorotan Publik, Diduga Belum Diserahkan ke Pemerintah Desa
SUMEDANG, Kompas86 — Sebuah bangunan warung milik Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Cinangsi, Kecamatan cisitu , Kabupaten Sumedang, menjadi sorotan publik setelah muncul sengketa pengelolaan antara mantan kepala desa dan kepala desa yang kini menjabat.
Persoalan ini terungkap setelah sejumlah warga mempertanyakan status pengelolaan bangunan yang disebut-sebut dibangun menggunakan Dana Desa (DD) namun hingga kini belum diserahkan secara resmi ke Pemerintah Desa Cinangsi.
Sekretaris Desa Cinangsi, Tatang, saat ditemui awak media, menegaskan bahwa bangunan tersebut berdiri di lahan kas desa (carik desa) dan pembangunannya didanai oleh DD.
“Bangunan itu berdiri di lahan kas desa dan dibangun menggunakan Dana Desa. Sampai saat ini pengelolaan fisiknya masih dikuasai oleh mantan kuwu. Bahkan yang saya tahu, HOK ,(harian ongkos kerja ,)bangunan itu belum lunas dibayar kepada pemborong,” ungkap Tatang. Senin 29 //09//2025
Di tempat terpisah, Kepala Desa Cinangsi, Eyang Emprud, mengaku tidak pernah menerima serah terima bangunan tersebut sejak dirinya dilantik menjadi kades.
“Sejak saya dilantik sampai hari ini tidak pernah ada serah terima bangunan itu. Masyarakat pun tahu, bangunan itu seharusnya milik desa dan dikelola oleh kami.
Dulu memang pernah dibahas soal tukar guling lokasi, mantan kades mau bangun di dekat desa, tapi saat itu peruntukan dan juklak-juknisnya tidak sesuai. Kalau memang ada selisih atau kelebihan biaya, kami siap membicarakannya, tapi syaratnya bangunan dikembalikan dulu ke desa,” tegasnya.
Sementara itu, mantan Kepala Desa Cinangsi yang akrab disapa Omod membenarkan bahwa hingga kini bangunan tersebut belum ia serahkan kepada pemerintah desa. Menurutnya, ada kelebihan biaya yang ia tanggung saat pembangunan.
“Benar, sampai sekarang belum saya serahkan karena dulu ada kelebihan anggaran. Dana desa waktu itu hanya sekitar Rp120 juta, sedangkan biaya pembangunan hampir habis Rp200 juta lebih. Sampai sekarang tidak ada yang mau tanggung jawab soal kelebihan itu. Saya tidak akan mengembalikan bangunan kalau uang pribadi saya tidak diganti, maka untuk RAB .gambar dan koetansi. saya pegang sampai sekarang sebagai barang bukti” ujar Omod.
Ia menambahkan, saat dirinya menjabat sebagai kades dulu, program BUMDes belum populer seperti saat ini.
Kasus ini menimbulkan sejumlah pertanyaan publik terkait pengelolaan aset desa, transparansi penggunaan dana desa, serta mekanisme serah terima aset antar-pemerintahan desa.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Sumedang belum memberikan keterangan resmi terkait polemik ini.
Persoalan ini menggarisbawahi pentingnya akuntabilitas dan tata kelola yang jelas terhadap aset desa agar tidak menimbulkan sengketa, serta perlunya audit menyeluruh untuk memastikan penggunaan dana desa sesuai aturan.
(Tito kucir)