Kebijakan Satu Peta Didorong Menjadi Dasar Integrasi Data Kehutanan dan Tata Ruang

banner 468x60

Sekretaris Direktorat Jenderal Tata Ruang, Reny Windyawati hadiri Webinar bertema Polemik Penetapan Kawasan Hutan dan Implementasi Kebijakan Satu Peta yang diselenggarakan oleh Yayasan Sarana Wana Jaya pada Selasa (29/07/2025) secara daring.

Webinar dibuka oleh Ketua Umum Yayasan Sarana Wana Jaya, Boen M. Purnama. Dalam sambutannya, Ia menyampaikan bahwa penetapan kawasan hutan hingga kini masih kerap menimbulkan polemik. Hal ini disebabkan antara lain oleh perbedaan persepsi serta kebijakan antarsektor.

“Dalam Undang-Undang Kehutanan, kawasan hutan adalah wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah untuk menjadi hutan tetap, baik dalam kondisi kosong maupun berhutan,” jelas Boen M. Purnama.

Ia menegaskan bahwa polemik ini seharusnya bisa dihindari apabila sejak awal semua sektor terkait melakukan koordinasi dan menyamakan pandangan sehingga hal-hal yang dapat menghambat laju ekonomi dapat dicegah.

Mewakili Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, Arif Pratisto, Kepala Subdirektorat Pengukuhan Kawasan Hutan Wilayah II pada Direktorat Pengukuhan Kawasan Hutan, Kementerian Kehutanan selaku narasumber pertama mengajak seluruh peserta yang hadir dalam webinar untuk memahami dan satu pemahaman terkait apa itu hutan dan kawasan hutan.

“Hutan secara aturan, adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang dominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan yang satu dengan yang lainnya dan tidak dapat dipisahkan,” jelas Arif Partisto.

Lebih lanjut Ia mengatakan bahwa kawasan hutan ini secara makna adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

“Secara makna hutan dan kawasan hutan ini tidak sama. Kawasan hutan itu lebih banyak berkaitan dengan spasial ataupun keruangan, sedangkan hutan maknanya berkaitan dengan pepohonan, tumbuhan serta flora dan fauna di dalamnya,” tambah Arif Pratisto.

Selanjutnya, Sekretaris Utama Badan Informasi Geospasial (BIG), Belinda Arunarwati Margono mengatakan bahwa Informasi geospasial adalah data dan informasi yang berkenaan dengan lokasi, posisi, dan keterangan dari obyek yang ada di posisi tersebut, sehingga dalam Kebijakan Satu Peta (KSP) perlu dilihat juga situasinya jika arah implementasi kebijakan ini adalah untuk penggunaan data dan informasi geospasial.

“Kebijakan ini menggunakan data dan informasi geospasial dengan dasar satu referensi, satu standar, satu basis data, dalam hal ini termasuk dengan metadata dan satu geoportal. Jadi tujuannya dari Kebijakan Satu Peta ini adalah agar data dan informasi geospasial dapat saling terintegrasi,” terang Belinda Arunarwati Margono.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Tata Ruang yang diwakili oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Tata Ruang, Reny Windyawati mengatakan bahwa kawasan hutan menjadi salah satu komponen penting yang masuk dalam pola ruang, yang terbagi ke dalam dua kategori utama, yakni kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung mencakup hutan konservasi dan hutan lindung, sementara kawasan budidaya meliputi hutan produksi tetap serta hutan produksi yang dapat dikonversi.

“Berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) dan Rencana Tata Ruang (RTR), penetapan kawasan hutan itu mengacu pada SK Kehutanan. Salah satu contohnya ada di RTRW Provinsi Jawa Barat, di mana menggunakan SK Kehutanan tahun 2020 sebagai dasar dan ke depannya perlu menyamakan data terkait kawasan hutan ini agar sinkronisasi perencanaan dapat berjalan dengan baik,” ujar Reny Windyawati.

Lebih lanjut Reny Windyawati menambahkan bahwa terkait dengan data kehutanan, kawasan hutan menjadi salah satu aspek krusial dalam perencanaan tata ruang, khususnya dalam penyusunan pola ruang. Saat ini, pemerintah telah memiliki sistem informasi yang mendukung proses tersebut, salah satunya melalui platform RTR Builder, yang digunakan untuk membantu penyusunan rencana tata ruang dengan memanfaatkan berbagai data kehutanan yang relevan.

Kegiatan Webinar dilanjutkan dengan sesi diskusi dan tanya jawab yang dimoderatori oleh Harry Santoso selaku Ketua Pusat Pengkajian Strategis Kehutanan. (AS/BPK)

Sumber : Sekretariat Direktorat Jenderal Tata Ruang

Pos terkait