TIDORE – Kompas86.com — Wali Kota Tidore Kepulauan didesak segera mengevaluasi Kepala Desa (Kades) Lola, Kecamatan Oba Tengah, menyusul beredarnya sebuah video yang diduga memuat tindakan asusila atau perselingkuhan yang menyeret nama sang kades.
Desakan ini disuarakan oleh tokoh pemuda Desa Lola, Rusli Halil. Menurutnya, meski tidak ada aturan yang secara eksplisit menyebutkan bahwa kepala desa dilarang berselingkuh, tindakan tersebut bisa menjadi alasan pemberhentian apabila terbukti melanggar larangan dalam Undang-Undang atau merugikan kepentingan umum.
Larangan kepala desa itu jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 29,” tegas Rusli saat ditemui di kediamannya, Jumat (2/8).
Ia menjelaskan bahwa dalam Pasal 29 UU Desa disebutkan sejumlah larangan bagi kepala desa, antara lain:
1. Merugikan kepentingan umum,
2. Membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri atau golongan tertentu,
3. Menyalahgunakan wewenang, tugas, atau hak.
Jika dugaan perselingkuhan itu menimbulkan keresahan warga, merusak citra pemerintahan desa, atau bahkan mengganggu stabilitas sosial, maka hal itu sudah memenuhi syarat administratif untuk evaluasi bahkan pemberhentian,” jelas Rusli.
Tak hanya soal etika dan tanggung jawab sosial, tindakan asusila seperti perselingkuhan juga dapat dikenakan sanksi pidana. Mengacu pada Pasal 284 KUHP (lama) maupun Pasal 411 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP (baru), perzinaan merupakan tindak pidana yang bisa diancam pidana penjara hingga satu tahun atau denda maksimal Rp10 juta.
Selain sanksi pidana, ada pula sanksi administratif yang bisa dikenakan. Jika kepala desa melakukan perbuatan yang meresahkan masyarakat, ia dapat dikenai teguran, diberhentikan sementara, bahkan bisa diberhentikan tetap,” tambah Rusli.
Dalam praktiknya, pemecatan kepala desa akibat kasus moral atau perselingkuhan bukan hal baru. Beberapa daerah di Indonesia pernah mencatat kasus serupa, yang berujung pada demonstrasi warga hingga pemberhentian oleh bupati atau wali kota setempat.
Tuntutan Warga : Klarifikasi Publik
Melalui pernyataan resminya, Rusli Halil mewakili masyarakat Desa Lola menyampaikan dua tuntutan:
1. Evaluasi menyeluruh oleh Wali Kota Tidore terhadap jabatan Kades Lola;
2. Permintaan klarifikasi terbuka dari kepala desa melalui media sosial atau saluran resmi lainnya, terkait video yang telah beredar luas di tengah masyarakat.
Kami butuh penjelasan yang jujur dan terbuka agar tidak terjadi fitnah dan spekulasi. Jika benar, maka harus ada sanksi. Jika tidak benar, maka harus dibuktikan,” tegas Rusli.
Ia juga menambahkan bahwa masyarakat siap mengikuti proses hukum atau administratif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Namun, menurutnya, langkah awal yang paling penting adalah tindakan cepat dari pemerintah kota.
Penegakan Etika dan Keteladanan Publik
Kasus ini membuka kembali perdebatan tentang pentingnya integritas dan keteladanan pemimpin desa sebagai garda terdepan pelayanan publik. Menurut Rusli, perilaku pemimpin desa sangat berpengaruh terhadap stabilitas sosial dan moral masyarakat.
Jabatan adalah amanah, dan kepala desa harus menjadi contoh, bukan sumber kegaduhan,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Pemerintah Kota Tidore maupun dari Kepala Desa Lola terkait dugaan video tersebut.
Reporter : Redaksi Kompas86.com
Editor : Kaperwil Maluku Utara
Penerbit : Kompas86.com Wilayah Maluku Utara