Kompas86.com
Jakarta – Kementerian ATR/BPN menyelenggarakan Evaluasi Kinerja Triwulan II Tahun 2025 pada 14 hingga 16 Juli 2025. Evaluasi periodik ini memiliki peran penting dalam memastikan bahwa program dan kegiatan yang telah direncanakan dapat dilaksanakan secara efektif dan mampu mencapai target yang telah ditetapkan, serta meningkatkan nilai Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Kementerian ATR/BPN. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan memastikan hasil evaluasi pada Triwulan I sebelumnya telah ditindaklanjuti dengan baik. Dalam forum ini, Ditjen PPTR menyampaikan capaian kinerja serta arah kebijakan strategis, termasuk penguatan regulasi dan pengawasan pemanfaatan tanah dan ruang.
Dalam sesi paparan, Dirjen PPTR, Jonahar, menyampaikan beberapa prioritas kegiatan yang tengah dirampungkan saat ini. Pertama, penyelesaian revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar yang antara lain akan menyederhanakan jangka waktu penertiban, dari sebelumnya 576 hari menjadi 90 hari untuk tanah telantar dan 150 hari untuk kawasan telantar.
“Revisi ini bertujuan untuk mendorong optimalisasi pemanfaatan tanah dan menjamin kepastian hukum. Dengan proses yang lebih ringkas, negara dapat lebih cepat menata kembali tanah-tanah yang tidak dimanfaatkan sesuai peruntukannya,” jelas Jonahar.
Selain itu, Ditjen PPTR memperkenalkan konsep Three DAL (tiga tahapan pengendalian): pengendalian di awal, tengah, dan akhir. Pendekatan ini diharapkan dapat mencegah munculnya tanah telantar dengan memperkuat pengawasan sejak awal pemberian hak atau izin, hingga pelaksanaan pemantauan dan evaluasi hak atas tanah.
Evaluasi juga membahas ketimpangan penguasaan lahan yang masih tinggi. Data Gini Ratio menunjukkan bahwa 1% penduduk menguasai sekitar 48% tanah di Indonesia. Untuk itu, Ditjen PPTR tengah merumuskan mekanisme pembatasan luasan hak atas tanah serta penerapan pajak progresif bagi kepemilikan tanah yang melebihi batas kewajaran. Usulan ini telah didukung oleh Komisi II DPR RI, Kementerian Keuangan, serta kalangan akademisi.
Pada kesempatan tersebut, Ditjen PPTR juga menyampaikan progres penetapan Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD). Saat ini, LSD telah ditetapkan di 8 provinsi dan akan diperluas ke 12 provinsi dan 17 provinsi lainnya. Perubahan struktur koordinasi lintas kementerian turut mempengaruhi percepatan pelaksanaan, sehingga revisi terhadap Perpres Nomor 59 Tahun 2019 menjadi langkah yang diperlukan.
Lebih lanjut, Ditjen PPTR juga tengah menyusun mekanisme pembatalan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) terhadap kegiatan yang terbukti melanggar ketentuan tata ruang, termasuk pemanfaatan kawasan hutan dan wilayah tak sesuai peruntukan.
Menutup paparannya, Jonahar menekankan pentingnya kolaborasi antara pusat, kantor wilayah, dan kantor pertanahan (kantah) dalam pengendalian dan penertiban pertanahan. Ia juga menginformasikan bahwa revisi PP 20/2021 kini telah diajukan ke Sekretariat Negara dan akan segera dilaporkan kepada Menteri ATR/Kepala BPN untuk ditindaklanjuti.
“Kita berharap seluruh regulasi ini dapat segera diterapkan agar penataan tanah dan ruang di Indonesia semakin tertib, adil, dan berkelanjutan,” tutup Jonahar.
Tim Penyebaran Informasi, Ditjen Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
#DitjenPPTR
#PengendaliandanPenertibanTanahdanRuang
#KementerianATRBPN
#ATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
Twitter: twitter.com/ditjenpptr
Instagram: instagram.com/ditjenpptr/
Fanpage Facebook: facebook.com/DirektoratJenderalPPTR
Youtube: youtube.com/ditjenpptr
Situs: djpptr.atrbpn.go.id