ASN Masuk DPO Tapi Tak Ditangkap: Citra Aparatur Negara Dipertaruhkan

banner 468x60

Sumatera Utara || http://Kompas86.com -penanganan kasus penganiayaan yang menyeret tiga Daftar Pencarian Orang (DPO) kembali memicu sorotan tajam terhadap aparat penegak hukum, khususnya Polrestabes Medan dan Polda Sumatera Utara.

Pasalnya, salah satu dari tiga tersangka, Arini Ruth Yuni br Siringoringo, diketahui merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) aktif di KPP Pratama Cilandak, Jakarta Selatan, namun hingga kini belum juga ditangkap.

Ketiga tersangka, yakni Arini, Erika br Siringoringo, dan Nurintan br Nababan, telah ditetapkan sebagai DPO sejak 14 April 2025 dalam kasus dugaan penganiayaan terhadap Doris.

Ironisnya, meski status mereka jelas dan keberadaan salah satu tersangka bahkan dapat ditelusuri secara administratif sebagai ASN, upaya penegakan hukum justru terlihat stagnan.

Arini Ruth Yuni disebut masih beraktivitas sebagaimana pegawai negeri sipil pada umumnya, hal ini memunculkan pertanyaan serius tentang komitmen lembaga negara dalam menegakkan supremasi hukum, terlebih bagi aparatur yang semestinya menjadi contoh taat hukum.

“Jika seorang ASN sudah masuk DPO dan tidak ditindak, maka ini preseden buruk bagi reformasi birokrasi. Ini bukan sekadar soal hukum, tapi juga soal moralitas institusi,” ungkap pemerhati hukum publik, Fadli Sitorus.

Lebih mengkhawatirkan, informasi yang beredar menyebutkan bahwa ketiga tersangka sempat diamankan oleh Polsek Bandara Kualanamu, namun dilepas kembali dengan alasan “orang tua sakit” dan “kekurangan personel”.

Lepasnya ketiga DPO dari tangan polisi dengan alasan yang dianggap tidak logis menambah panjang daftar kekecewaan publik, kecurigaan pun mencuat, apakah pelepasan tersebut mengindikasikan adanya permainan atau intervensi tertentu di balik layar?

Kejanggalan makin terasa ketika diketahui bahwa laporan balik yang diajukan Erika terhadap Doris—yang merupakan korban—justru telah sampai pada putusan pengadilan, bahkan kini berada di tahap banding jaksa.

Pertanyaannya: mengapa laporan korban mandek di kepolisian, sementara laporan pelaku bisa diproses begitu cepat hingga pengadilan? Apakah asas keadilan dan persamaan di mata hukum hanya sebatas jargon?

Keluarga korban terang-terangan menuding adanya ketidakseriusan aparat dalam menangani kasus ini. Mereka mendesak Kapolda Sumut Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto untuk segera bertindak tegas.

“Jika benar tidak ada permainan, tunjukkan dengan tindakan nyata. Tangkap DPO yang sudah ditetapkan. Jangan biarkan publik berpikir hukum ini hanya tajam ke bawah,” tegas perwakilan keluarga Doris.

Masyarakat pun mulai angkat suara di media sosial, mempertanyakan arah penegakan hukum di negeri ini. Ketiadaan tindakan tegas terhadap ASN yang masuk DPO bisa menjadi sinyal buruk bagi upaya pemberantasan ketimpangan hukum di Indonesia.

 

 

Pos terkait