Kompas86.com
Surabaya |Jatim | Sejumlah warga Surabaya, mempertanyakan kasus timbulnya perijinan IMB rumah 3 lantai di Jl Kalilom Lor Indah Seruni 50a, telah menimbulkan keresahan, yang mengakibatkan kerusakan fatal di rumah tetangga kiri kanan.
Kasus dugaan pelanggaran perijinan IMB rumah 3 lantai di Jl Kalilom Lor Indah bermula saat pembangunan rumah 3 lantai pada pertengahan tahun 2016, saat pada tahun 2017 timbul polemik dari warga sekitarnya, akibat merusak rumah tetangga kiri kanan. Tahun 2023 Pemkot menyegel bangunan tersebut karena tak ber IMB.
Beberapa bulan kemudian terbit IMB pada tahun 2023 segel dibuka kembali, warga bereaksi keras, Pemkot menyegel kembali.
Sedangkan jalannya proses perijinan IMB, sampai terbit SKRK tahun 2021, sangat mendapat kecaman dari masyarakat Kalilom Lor, kemudian terbit IMB tahun 2023. Kasus dugaan pelanggaran keluarnya perijinan IMB di Jl kalilom Lor yang sempat viral,
dan sangat mengundang keprihatinan masyarakat dan pemerhati tata kelola pemkot Surabaya.
Kasus ini, diduga telah menyeret Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPRKPP) Pemkot Surabaya. dan dugaan adanya pembiaran terhadap pelanggaran yang telah terbukti melalui putusan hukum tetap.
Kasus ini bermula dari pembangunan rumah 3 lantai di Jalan Kalilom lor Indah 50a, yang mendapat perijinan IMB sebagai hunian satu lantai, namun dalam realisasinya dibangun 3 lantai dan difungsikan sebagai tempat usaha.
Pembangunan rumah tersebut tidak hanya menyalahi izin, tetapi juga menyebabkan kerusakan pada rumah warga bernama moch Soleh. Meskipun moch soleh telah melaporkan, dan mengajukan protes melalui berbagai pihak terkait pelanggaran ini. Tetapi sampai sekarang belum ditindaklanjuti secara nyata oleh pihak berwenang.
Proses hukum telah dilalui, termasuk pengajuan banding oleh pemilik bangunan hingga ke tingkat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dalam dua kali proses banding, dan pengadilan memutuskan bahwa IMB yang dikeluarkan DPRKPP pada tahun 2023 tidak sah dan menyatakan bahwa harus ada sanksi administratif terhadap pelanggaran tersebut.
“Namun hingga kini, tidak ada upaya pemberian sanksi pelanggaran yang dijatuhkan oleh Pemkot Surabaya,” ujar Moh. Soleh warga Kalilom Lor, (26/5)
Lanjutnya, Ini mencerminkan ketidak patuhan terhadap hukum administratif oleh instansi pemerintahan.
“Sangat merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan tata kelola pemerintahan,” ujar Moh. Soleh.
Kewenangan Dinas DPRKPP dalam sengketa IMB ini semestinya menjadi dasar kuat untuk menegakkan aturan. Namun ironisnya, setelah putusan berkekuatan hukum tetap dikeluarkan oleh PTUN, DPRKPP tetapi tidak mengambil langkah apapun terhadap pemilik bangunan untuk melakukan pembongkaran,.
Kondisi ini mencerminkan lemahnya penegakan hukum di Dinas DPRKPP Surabaya. Ini menunjukan ketidakseriusan dalam menegakkan aturan, tetapi juga menciptakan citra buruk bagi kasus-kasus serupa di masa depan.
“Masalah utama dalam kasus ini adalah ketidaksesuaian fungsi bangunan dengan perizinan IMB yang dikeluarkan sebagai rumah tinggal satu lantai, namun bangunan berdiri tiga lantai. Dan dipakai untuk usaha. “Pelanggaran ini, sehingga menimbulkan hingga kenyamanan lingkungan warga sekitarnya,” ujar Moh. Soleh.
Lebih ironis lagi, setelah izin IMB dicabut oleh Pemkot Surabaya karena adanya kecaman dari warga, tetapi bangunan tetap berdiri dan beroperasi tanpa penyesuaian. Ini membuktikan betapa lemahnya sistem pengawasan dan kontrol terhadap penggunaan lahan dan fungsi bangunan di kota Surabaya.
Ketidaktegasan Dinas DPRKPP Pemkot Surabaya dalam menegakkan keputusan hukum yang jelas membuka ruang bagi dugaan praktik penyalahgunaan wewenang atau pembiaran yang disengaja.
Moch Soleh yang terdampak rumahnya telah berulang kali mengajukan protes, termasuk melalui empat kali hearing bersama DPRD Kota Surabaya. Namun hasilnya tetap nihil. Kondisi ini memunculkan desakan kuat kepada Wali Kota Surabaya, dan DPRD, serta lembaga pengawas seperti Inspektorat, Ombudsman, dan bahkan KPK, untuk turun tangan.
Kasus ini adalah cerminan dari tantangan besar dalam penegakan hukum dan pengawasan tata ruang di kota besar. Bila tidak segera ditangani secara tegas dan terbuka, ketidakadilan ini akan mencederai semangat reformasi birokrasi dan pemerintahan yang bersih yang selama ini dikampanyekan oleh pemerintah.
Saat dikonfirmasi Kepala Dinas DPRKPP Surabaya. Lilik Arijanto ST.MT, pada Senin (26/5) tidak ada ditempat.
Sampai berita ini diturunkan, Kadis DPRKPP Surabaya. Lilik Arijanto ST.MT, belum bisa dikonfirmasi. Bd