Kebakaran di Desa Raja, Warga Keluhkan Jarak Unit Damkar Terlalu Jauh

banner 468x60

Kompas86.com

Tanah Abang – Kebakaran yang terjadi di Desa Raja, Kecamatan Tanah Abang, kembali memunculkan keluhan warga terkait lambatnya pertolongan dari unit pemadam kebakaran. Meskipun tim Damkar dari kota kabupaten selalu siaga, jarak tempuh yang terlalu jauh menyebabkan bantuan sering datang terlambat.

Akibatnya, hampir setiap kali terjadi kebakaran, upaya pemadaman tidak dapat dilakukan secara maksimal. Warga berharap pemerintah dapat merencanakan pengadaan unit tangki pemadam kebakaran di setiap kecamatan, agar respons lebih cepat dan kerugian bisa diminimalisir.

Ironisnya, dalam peristiwa hari ini, yang paling berjasa dalam membantu proses pemadaman justru adalah warga sekitar dengan menggunakan bentor (becak motor) yang dimodifikasi. Mereka berinisiatif membawa air seadanya untuk membantu memadamkan api sebelum Damkar tiba.

Warga menegaskan, pentingnya perhatian lebih dari pemerintah dalam hal kesiapsiagaan bencana khususnya Desa terpencil di ujung kota Kabupaten.

Di tengah hiruk pikuk warga yang berusaha memadamkan api, terdengar juga perbincangan di antara mereka.

“Kita ini rakyat kecil, tidak mengerti pasti, dan kita juga tidak tahu dari mana asal anggaran dana jika setiap kecamatan ingin diadakan unit Damkar. Tapi, begitu banyak anggaran dana yang sudah dialirkan ke desa pun masyarakat tidak tahu sebenarnya digunakan untuk apa,” ucap salah satu warga, yang terdengar oleh media.

“Kita hanya bisa bercerita, karena soal penggunaan dana desa pun hanya ditulis di kantor kepala desa. Tapi yang ditulis hanya realisasinya, contohnya jalan setapak. Memang benar ada pembangunannya, tapi dugaan muncul, apakah fisik bangunannya sesuai dengan anggaran yang dikeluarkan?” sambung warga lainnya.

“Kalau kita bicara ke arah situ, kita ambil contoh kecil saja. Setiap tahun ada musyawarah desa, tapi tetap saja selalu ada pembangunan atau pengadaan, misalnya sapi, yang diubah tapi tidak dimusyawarahkan ulang. Lalu untuk apa ada musyawarah desa? Padahal undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) sudah mengatur tentang hal ini, tapi rakyat tetap tidak tahu apa-apa.

Contoh lain, mobil plat merah yang digunakan setiap kepala desa di Kabupaten PALI—pernah ada kepala desa yang bilang mobil itu dibeli dari dana desa. Nah, apakah itu termasuk hasil musyawarah? Logikanya aneh jika hanya di Kabupaten PALI saja semua kades membeli mobil dengan merek yang sama. Kalau memang dibeli dengan uang pribadi, kenapa bisa sama semua? Publik pun menyimpan rasa curiga. Kalau memang ingin terbuka, seharusnya SPJ (Surat Pertanggungjawaban) kades diumumkan ke publik. Tapi ini, BPD pun terkesan bungkam ketika ditanya soal SPJ, atau setidaknya laporan realisasi kegiatan desa tidak pernah diumumkan secara terbuka,” demikian rangkaian obrolan warga yang terdengar oleh media, disampaikan dalam bahasa daerah lalu diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

Catatan Redaksi:
Meski laporan ini tidak secara rinci menjelaskan waktu kejadian dan penyebab kebakaran, namun tujuan utama berita ini adalah menyampaikan fakta lapangan yang diperoleh dari keterangan warga serta hasil investigasi media. Suara masyarakat menjadi sorotan penting dalam laporan ini, khususnya terkait harapan akan pelayanan kebencanaan yang lebih baik dan transparansi penggunaan dana desa.

Penulis: Ansori (Toyeng)

Pos terkait