Di Duga PMI Asal Lombok Tengah Ditelantarkan di Riyadh, Diberangkatkan dengan Visa Ziarah: Dugaan Pelanggaran UU Ketenagakerjaan

banner 468x60

Lombok Tengah, NTB _13 April 2025

Kompas86.comKasus dugaan pelanggaran hukum dalam penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) kembali mencuat. Kali ini menimpa seorang perempuan berinisial MLH (41), warga Desa Bonder, Kecamatan Praya Barat, Kabupaten Lombok Tengah, yang ditelantarkan oleh majikannya di Kota Riyadh, Arab Saudi, setelah diberangkatkan menggunakan visa ziarah.

Menurut laporan pengaduan resmi PG.250413073740 yang diterima Minggu (13/4), MLH diberangkatkan pada 20 Februari 2024 oleh sponsor berinisial Ibu ML, Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah. Keberangkatan tersebut dilakukan secara non-prosedural karena menggunakan visa ziarah, bukan visa kerja, yang jelas-jelas melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

“Majikannya belum membayar gaji satu bulan, menyita HP milik istri saya, lalu menelantarkannya begitu saja di pinggir jalan Kota Riyadh. Istri saya akhirnya pulang dengan biaya sendiri, tanpa ada sedikit pun pertanggungjawaban dari pihak sponsor,” ungkap Ishak, suami korban, saat ditemui awak media di kediaman keluarga pada 25 April pukul 16.59 WITA.

Upaya mediasi secara kekeluargaan telah dilakukan, namun tidak membuahkan hasil. Sang sponsor yang sebelumnya menjanjikan bantuan kini justru menghilang dan memutus seluruh komunikasi. awak media mencoba hubungi pia Nomor telepon yang biasa digunakan juga telah diblokir secara sepihak.

Pendamping keluarga korban menegaskan bahwa kasus ini tidak bisa dibiarkan karena sudah masuk ranah pelanggaran hukum ketenagakerjaan dan perburuhan. “Ini bukan sekadar pengabaian, tapi kesalahan administrasi berat yang membuka potensi perdagangan manusia. PMI dijadikan pembantu rumah tangga melalui jalur ilegal dengan dalih visa ziarah,” ujarnya.

Kami selaku Pendamping PMI Ultimatum Pemerintah pusat, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), didesak segera turun tangan.

Praktik pengiriman PMI melalui jalur visa non-prosedural seperti ini dinilai sangat membahayakan dan merugikan para pekerja, baik secara fisik maupun psikologis.

Kasus MLH menjadi gambaran nyata lemahnya pengawasan terhadap sponsor nakal dan pentingnya penegakan hukum secara tegas agar tragedi serupa tidak terus terulang. Keluarga korban berharap kasus ini mendapat perhatian serius dari pemerintah dan menjadi momentum pembenahan sistem migrasi tenaga kerja Indonesia.

Sebagai lembaga yang peduli terhadap perlindungan PMI, kami menegaskan hak untuk melaporkan dugaan pelanggaran hukum ini sesuai Pasal 69 UU No. 18 Tahun 2017 dan Pasal 108 KUHAP. Langkah ini diambil untuk mendorong penegakan hukum dan mencegah jatuhnya korban berikutnya akibat praktik pengiriman ilegal. 

 

Jurnalsi|thomas

Pos terkait