Diduga Jual Tanah Warisan Secara Sepihak, Kades Bagik Polak Disorot Uang dan Sertifikat Dipertanyakan, Ahli Waris Teriak Dizalimi

banner 468x60

Lombok Barat, NTB 

Kompas86.com – Kasus sengketa tanah warisan kembali mencuat dan memantik perhatian publik di Desa Bagik Polak, Kecamatan Labu Api, Kabupaten Lombok Barat. Dugaan penjualan tanah warisan tanpa persetujuan seluruh ahli waris oleh oknum kepala desa menyeret isu serius terkait penyalahgunaan kewenangan dalam tata kelola aset milik warga.

Ahli waris melalui kuasa hukumnya, Syafaat Akbar, S.H., M.H., C.I.M., menyampaikan bahwa kliennya tidak pernah memberikan persetujuan jual beli atas tanah dengan No SHM 2309 dengan Luas 1. 057 M2 yang disengketakan , serta tidak menerima pembayaran sebagaimana mestinya.

“Jika klien kami tidak pernah menerima pembayaran atau memberikan kuasa kepada pihak manapun, maka bagaimana mungkin sertifikat bisa beralih tangan? Ini adalah bentuk ketidakadilan yang nyata,” tegas Syafaat Akbar.

Sementara itu, Kepala Desa Bagik Polak menyatakan bahwa dirinya memperoleh kuasa jual dari almarhum Amaq Mahsun. Ia pun mengakui telah menerima pembayaran dari PT Meka Asia Property untuk transaksi tersebut, namun menyebut masih ada sisa uang sekitar Rp 30 juta yang belum diserahkan.

Pernyataan ini justru menimbulkan kontradiksi. Komisaris PT Meka Asia Property, Pak Jou, mengungkapkan bahwa pembayaran tanah telah dilunasi sepenuhnya melalui kepala desa. Ia menambahkan, dana yang diberikan kepada beberapa pihak bukanlah pembayaran atas tanah, melainkan sebagai “biaya kelancaran proyek” guna meredam potensi gangguan dari para ahli waris yang belom menerima pembayaran hak atas tanah nya

“Kami tidak mungkin membayar dua kali untuk satu objek tanah. Kalau memang ini bermasalah secara hukum, silakan laporkan. Kami siap memberikan kesaksian,” ujar Pak Jou, didampingi beberapa stafnya.

“Apabila dana yang diserahkan tersebut bukan merupakan pembayaran atas objek tanah milik klien kami, maka timbul pertanyaan mendasar: atas dasar apa sertifikat tanah tersebut diminta dan diserahkan oleh klien kami? Lebih lanjut, bagaimana proses peralihan nama pada sertifikat tersebut dapat terjadi, sementara klien kami tidak pernah menerima pembayaran sebagaimana mestinya, bahkan setelah menunggu bertahun-tahun? Dalam konteks ini, kami mendesak agar pihak-pihak terkait dapat menjelaskan secara transparan dan bertanggung jawab atas keabsahan serta legalitas transaksi yang telah berlangsung,” ujar Syafaat Akbar, S.H., M.H., C.I.M., selaku kuasa hukum ahli waris.

Kasus ini kini telah dilaporkan ke Kepolisian Resor Lombok Barat. Kuasa hukum ahli waris mendesak agar penegak hukum segera mengusut tuntas dugaan praktik mafia tanah yang bersembunyi di balik jabatan publik.

“Kami menduga ada penyalahgunaan wewenang yang serius. Jangan sampai jabatan kepala desa menjadi tameng untuk praktik-praktik yang merugikan rakyat kecil. Ini harus dibongkar,” pungkas Syafaat.

Kini, masyarakat dibiarkan bertanya-tanya: apakah yang terjadi adalah transaksi legal atau bentuk manipulasi yang diselimuti oleh jubah kekuasaan? Satu hal yang pasti, keadilan bagi ahli waris kini menanti jawaban yang jujur dan transparan dari para pihak terkait.

Jurnalis; Junaidi 

 

Pos terkait