
LABUAN BAJO,Kompas86.com-Abdulah, seorang nelayan tradisional di Rangko, Desa Tanjung Boleng, Kecamatan Boleng, Manggara Barat, membantah keras klaim kerugian negara Rp 1,8 miliar akibat aktivitas penambangan pasir laut yang dituduhkan oleh Dan Lanal Labuan Bajo, Letkol Laut (P) Iwan Hendra Susilo.
Menurut Abdulah, angka tersebut tidak masuk akal dan hanya akal-akalan pihak Lanal.
Bantahan Keras dari Nelayan
Ditemui di rumahnya pada Kamis, 13 Februari 2025, Abdulah menegaskan bahwa dirinya dan rekan-rekan hanyalah nelayan tradisional yang kebetulan diminta mengangkut pasir laut ke Mawatu Resort.
“Kami bukan penambang pasir. Waktu itu ada teman yang ajak, jadi kami ramai-ramai bawa pasir ke Mawatu,” ujarnya.
Ia mengungkapkan bahwa kegiatan tersebut hanya berlangsung selama seminggu dan itu pun tidak setiap hari karena kondisi gelombang laut.
“Kami cuma bisa muat 3 meter kubik per hari, harga per meter kubik Rp250 ribu dan hasilnya dibagi 13 orang. Satu hari hanya sekali muat, tidak lebih,” jelasnya.
Jumlah pasir yang diangkut begitu kecil, Abdulah mempertanyakan dasar perhitungan kerugian negara yang diklaim mencapai Rp 1,8 miliar.
“Gimana bisa sampai segitu? Kami baru jalan seminggu dan tidak tiap hari,” kata Abdulah dengan nada sinis.
Penangkapan yang Janggal
Abdulah juga mengkritisi cara TNI AL menangani kasus ini. Ia menyebut ada kejanggalan dalam proses penangkapan. Dua rekannya, Ateng dan Sarajudin, sempat ditahan, sementara dirinya dan nelayan lain hanya diminta pulang.
“Kami dicegat saat bongkar muat di Mawatu, tapi cuma disuruh pulang, tidak ditahan,” ungkapnya heran.
Menurutnya, jika benar ada pelanggaran serius, seharusnya semua nelayan yang terlibat ditahan dan diproses hukum, bukan hanya ditangkap lalu dilepas begitu saja.
“Kami berjumlah 13 orang, sempat ditahan di lokasi, setelah itu disuruh pulang dan tidak diproses di Kantor. Sementara Ateng dan Sarajudin di Tahan dan di proses di Kantor,” ungkap Abdulah.
TNI AL Klaim Kerugian Besar, Tapi Pelaku Dibebaskan
Dalam rilisnya, Lanal Labuan Bajo menyebut operasi ini merupakan bagian dari penegakan hukum terkait ilegal mining dan perlindungan sumber daya alam. Mereka mengklaim telah menangkap nelayan yang menggunakan tujuh kapal kecil untuk mengangkut pasir laut tanpa izin resmi.
Namun, setelah ditangkap, para nelayan justru dibebaskan tanpa penjelasan lebih lanjut.
“Mereka sudah bebas, silakan tanya langsung ke Ateng,” kata Abdulah.
Hal ini semakin menimbulkan tanda tanya besar. Jika memang aktivitas ini merugikan negara hingga Rp 1,8 miliar, mengapa para pelaku justru dilepaskan begitu saja?
Abdulah juga menyebut bahwa pihak yang mencatat transaksi penjualan pasir ke Mawatu adalah seseorang bernama Rinto.
“Rinto yang terima di Mawatu, dia yang catat,” katanya.
Lanal Bungkam, Media Dihalangi
Untuk mengonfirmasi hal ini, media ini telah mencoba mendatangi kantor Lanal Labuan Bajo pada Kamis, 13 Februari 2025.
Sayangnya, upaya mendapatkan klarifikasi terhambat. Anggota TNI yang berjaga tidak mengizinkan wartawan masuk dan hanya meminta nomor kontak.
Sikap tertutup ini justru semakin menimbulkan kecurigaan. Jika memang ada kerugian negara sebesar itu, mengapa pihak Lanal tidak transparan dalam menjelaskan dasar perhitungannya? Ataukah angka 1,8 miliar itu hanya klaim sepihak yang tak bisa dipertanggungjawabkan?
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada jawaban resmi dari pihak Lanal***