Kota Mataram NTB.kompas86.com-Asosiasi Pewarta Pers Indonesia (APPI) mendesak pelaku kekerasaan terhadap jurnalis InsideLombok, Yudina, diproses secara hukum. Korban yang sedang hamil dua bulan mengalami trauma berat.
Kronologis kejadiannya, sekitar pukul 11.30 Wita,Jurnalis Inside Lombok, Yudina bersama Wendi (wartawan Radar Mandalika), Muzakir (INews) dan Awal (SCTV) hendak meminta konfirmasi kepada PT. Meka Asia selaku pengembangan perumahan. Permintaan konfirmasi itu, berkaitan dengan keluhan warga yang mengalami kebanjiran.
Sebelum masuk ke ruangan, owner PT. Meka Asia menanyakan satu persatu jurnalis yang datang. Saat Yudina menyebutkan nama medianya langsung ditunjuk dan tidak dipersilahkan masuk ke ruangan.Jurnalis lainnya sempat memberikan penjelasan kepada owner PT. Meka Asia tetapi tidak digubris.
Yudina memilih keluar.Justru, korban ditarik oleh Egas Pradhana dan wajahnya diremas. Korban merasa ketakutan karena diintimidasi. Yudina langsung menangis. Pelaku mendesak korban agar tidak menangis sambil melontarkan kata-kata kasar.
Ketua Harian ASOSIASI PEWARTA PERS INDONESIA (APPI)mengecam tindakan dari pimpinan PT. Meka Asia dan pelaku Egas Pradhana yang mengintimidasi dan melakukan kekerasan fisik terhadap jurnalis Inside Lombok,Yudina. Korban tidak mengetahui permasalahan yang diprotes pelaku. Karena, postingan yang disiarkan di medsos Inside Lombok merupakan kiriman warga perihal keluhan kondisi perumahan yang mengalami banjir. “Jadi tidak ada sama sekali kaitannya dengan produk jurnalistik,” kata him sapaan akrabnya.
Him mendesak pelaku diproses secara hukum. Pasalnya, kekerasaan dialami korban bertentangan dengan Undang-Undang 40 Tahun 1999 tentang pers sebagaimana disebutkan pasal 2 dan 3 tentang hak dan tanggung jawab media. “Jurnalis mempunyai hak mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan informasi,” jelasnya.
Korban memiliki itikad baik mengkonfirmasi keluhan warga ke pengembangan perubahan, tetapi mengalami persekusi.Di satu sisi, Yudina juga sedang hamil dua bulan.Tindakan pelaku mengusir wartawan oleh pihak pengembang terindikasi melanggar Pasal 2 UU Pers, karena menghalang-halangi kerja jurnalis. “Pasal 18 menyebutkan siapapun yang melakukan upaya menghalang-halangi kerja jurnalistik, apalagi berujung pada kekerasaan fisik, maka pelaku diancam pidana dua tahun penjara dan denda Rp500 juta,” demikian kata him.
Junaidi.